Struktur atau pola tiga babak yang sudah puluhan tahun ini digunakan, ternyata juga mengalami perkembangan. Dalam film-film produksi Hollywood sebenarnya dapat diketahui hal itu secara jelas. Meskipun sebenarnya perkembangan yang dimaksud masih berupa metode yang perlu dikaji lebih jauh lagi. Apalagi metode ini ternyata berkaitan secara langsung dengan film-film yang masuk dalam kategori box office.
Sehingga metode ini ingin memperjelas pertanyaan yang selam ini memang menjadi pertanyaan umum dalam dunia penciptaan cerita film, yaitu apakah memang didalam struktur naratif, terutama pada Struktur Hollywood Klasik sudah tidak ada lagi pengembangan yang dilakukan oleh para kreator film. Apakah memang seperti itu adanya yang harus dibuat cerita yang dihadirkan dalam film. Sehingga cerita benar-benar menjadi bentuk yang sangat baku seperti yang telah dijelaskan sebagai mode representasi dari tahun 1930-an.
Dapat kita pahami selama ini, sebenarnya bila dilihat dari tujuan tokoh utama dalam hal ini adalah protagonis, didalam cerita naratif, Struktur Hollywood Klasik pada umumnya memiliki tujuan yang linear. Artinya disini tokoh akan tetap berjalan menuju tujuan utama yang telah ditetapkannya sejak awal kali permasalahan yang terjadi pada dirinya diperkenalkan.
Kalau benar adanya pendekatan yang dilakukan adalah klausal logika, seperti yang dipahami Aristoteles dan para pengikutnya, tentunya dapat menjadi sebuah opini yang baru atau menjadikan wacana yang cukup mendasar bila diberikan bentuk pertanyaan seperti ini :
“Apakah mungkin seorang tokoh utama/personal benar-benar tidak memiliki kesalahan ataupun kegagalan didalam hidupnya, sehinga dia benar-benar sebagai tokoh/person yang diciptakan dengan keadaan yang sangat sempurna, sampai-sampai tujuannya pun dapat dicapainya seperti yang diinginkannya?”
dari asumsi kalimat diatas, tentunya disadari bahwa bagaimana kalau tokoh/person mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan awalnya. Atau sama sekali tujuan awalnya benar-benar tidak memungkian untuk dicapai? Apakah hal ini tidak sesuai dengan klausal logika yang didengung-dengungkan oleh Aristoteles dan para pengikutnya serta para penganut konsep cerita naratif lainnya.
Lalu bagaimana bila sang tokoh utama ini ternyata tidak seperti hal yang telah dijelaskan diatas. Tokoh memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan awal pertama kali dia mendapatkan permasalahan dan kemudian menjadikan permasalahan tersebut membelokkan tujuan ceritanya, sehingga si tokoh menjadikan tujuan awalnya itu sebagai pembelajaran untuk mengatasi permasalahan yang ada sehingga pada akhirnya tercapai tujuan yang kedua seperti keinginannya.
Si tokoh membelokkan tujuannya tersebut ketika ditengah-tengah cerita, atau masih dalam babak kedua didalam struktur, katakanlah hal ini pada struktur atau pola tiga babak, yang hal inilah yang dimaksud dengan akhir cerita ternyata memiliki tujuan yang dibelokkan. Dan pada akhir cerita, tujuan menjadi berbeda dengan tujuan semula si tokoh. Artinya disini tokoh memiliki dua tujuan. Dimana tujuan pertama mengalami kegagalan, lalu tokoh belajar dari kegagalan tersebut dan kemudian memperbaikinya dengan tidak lagi menjadikan tujuan awal sebagai akhir. Tetapi mengarah kepada tujuan yang baru dibuatnya berdasarkan kegagalanya tersebut.
Tentunya hal ini tidak menutup kemungkinan dapat dilakukan oleh para kreator film didalam filmnya. Tetapi apakah hal ini menjadi sebuah ukuran keberhasilan film yang diproduksi oleh kreator film dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, tentunya masih harus dan terus dibuktikan.
Satu hal yang perlu disadari sebenarnya didalam analisa struktur pada film Hollywood, adanya metode yang dikembangkan oleh beberapa kreator film. Diantaranya dengan mengembangkan tujuan dari tokoh didalam sebuah cerita pada film. Yangmana selama ini dikenal oleh khalayak umum adalah tokoh utama memiliki satu tujuan saja. Artinya disini tokoh utama tersebut sangat konsisten dengan tujuan utamanya yang diinginkannya didalam cerita sampai akhirnya tujuan tersebut tercapai.
Padahal ada beberapa film-film produksi Hollywood tidak seperti itu sekarang ini. Dimana sekarang ini, cerita ternyata dapat atau memang dirancang untuk memiliki tujuan yang lebih dari satu. Dan selama ini baru terlihat adanya dua tujuan dari film-film yang dianalisa oleh David Siegel.
Pengembangan ini terjadi didalam film-film produksi Hollywood, yang menurut David Siegel, telah menjadi pattern didalam film-film yang ternyata tercatat sebagai film-film box office. Sebuah metode yang baru diperkenalkan ini, artinya dapat memberikan kemungkinan-kemungkinan yang terus berkembang dalam cerita sebuah film.
Lebih lanjut lagi, pada kasus yang lain, atau lebih tepat beberapa film box office Hollywood misalnya. Ternyata juga tidak secara nyata memakai pola-pola lama atau mode representasi seperti Struktur Hollywood Klasik yang memakai pola tiga babak. Ini dijelaskan oleh David Siegel pada home page The Nine-Act Structure.
Dimana dijelaskan olehnya bahwa film-film box office Hollywood memiliki kecenderungan menggunakan pola The Nine-Act Structure ini, bukan pola tiga babak. David Siegel memaparkannya bahwa cerita memiliki tiga bagian utama, yang disebutnya dengan 3 P’s, yaitu: Premise (premis), People (karakter) dan Plot. Yang disinggung lebih jauh olehnya bahwa premis adalah “What if?”. Premis itu adalah apa, dimana, kapan dan bagaimana kalau...
Sedangkan People disini Siegel menjelaskannya adalah karakter didalam film. Ada karakter utama (major karakter) dan karakter pendukung (minor karakter). Semuanya itu memiliki fungsinya masing-masing. People atau karakter adalah siapa dan siapa (who and whom).
Kemudian Plot disinggung oleh David Siegel untuk mengembangkan suatu kejadian. Plot adalah tulang punggung dari cerita. Dan terdapat dua macam plot, plot utama dan sub plot. Keduanya bisa plot yang linear atau berurutan (seven acts) atau masing-masing tidak berurutan sekaligus atau single-reversal (nine acts) atau juga gabungan. Plot itu yang harus ada atau dipaksakan dari konsep 3 P. Plot memudahkan untuk menulis, karena the rules add support. Plot adalah tentang “bagaimana”.
Lebih lanjut dia menjabarkan bahwa sangatlah wajar ketika terjadi perubahan didalam ketiga unsur tersebut. Mengganti premis, adalah suatu perubahan yang besar. Misalnya mengambil karakter Raymond misalnya (tidak dijelaskan lebih lanjut oleh Siegel, Raymond dalam film apa), bisa memberikan keseluruhan plot yang berbeda. Mungkin membuat dia menjadi seorang protagonis, dengan mengatur tempat yang lain, dan memberikannya sebuah petualangan yang memiliki tujuan dasar yang salah dan kekalahan yang dapat dilihat dalam film. Tetapi menjadi sebuah catatan, sejak premis keluar pertama kali, untuk merubah itu dan menahan kedua lainnya secara konstan membuat itu tidak terlihat masuk akal. Namun demikian itu tidak membuat premis lebih penting atau lebih besar daripada karakter. Atau juga mengantikan karakter. Dalam nine-act ini David Siegel memberikan contohnya dalam film The Extra Terrestrial (E.T.). dimana Elliot seorang anak-anak yang membutuhkan seorang teman dapat kita ganti dengan seorang mahasiswa misalnya. Ataupun seorang eskimo, anak hutan bahkan seorang ibu-ibu. Lalu buat beberapa penyesuiannya yang bisa digunakan. Misalnya pada saat sepeda Elliot terbang tepat siluet dengan bulan, digantikan dengan kursi roda pada bulan. Untuk mengganti protagonis, gunakan saja seseorang yang sesuai dengan kebutuhan cerita.
Plot bisa dicontohkan pada film Star Terk : Generations yang menampilkan plot linear, dimana bisa saja Saaren mendapatkan kekacauan pada komputernya di kapal Enterprise, yang menyebabkan kesalahan perhitungan jalur Nexus dan bom itu pergi ke jebakan Kapten Pikard, setelah ia menembakkan bom pertama untuk meledakkan bintang. Kemudian setelah mereka menyadari hal itu dan Nexus sampai, Pikard harus kembali ke saat itu untuk meluruskan situasi.
Pergantian ini sebenarnya dimaksudkan oleh Siegel merupakan suatu yang dipahami dengan kebutuhan yang dihadirkan didalam cerita. Sehingga David Siegel menjelaskan lebih jauh pada struktur cerita bisa juga terjadi perubahan atau pergantian arah cerita. Sebelumnya ia menjelaskan bahwa struktur yang memiliki plot dengan satu tujuan dikatakannya sebagai bentuk struktur yang flat dan mudah ditebak ceritanya.
Sedangkan pada struktur yang terdapat dua plot tujuan didalamnya memiliki kekalahan ditengah-tengah film yang kemudian merubah tujuan protagonis dan tetap membuat itu menarik.
Kebanyakan dalam film-film box office Hollywood sekarang-sekarang ini memiliki plot dua tujuan. Melibatkan protagonis berusaha keras untuk tujuan yang salah, lalu mendapat pelajaran yang kemudian merubah seluruh situasi dan mengejar tujuan yang sebenarnya untuk menyelematkan dunia pada akhirnya. Kekalahan tujuan protagonis memakan keseluruhan cerita dalam arahan baru yang logis setengah dari keseluruhan film.
Beberapa contoh yang menggunakan plot dua tujuan ini, diuraikan oleh David Siegel seperti dibawah ini :
Dalam E.T. tujuan utama Elliot adalah untuk tetap membuat E.T. sebagai teman, tujuan keduanya adalah (menit ke 53 dari 107 menit) adalah untuk menolong E.T. untuk pulang.
Dalam Jurasic Park, tujuan utama Alan Grant untuk membuktikan keamanan tamanya, tujuan keduanya (menit 88 dari 119 menit) adalah menyelematkan Elli dan anak-anaknya setelah ia menemukan telur Dinosaurus dari kehidupan alam Dinasurusnya yang tidak terkontrol.
Pada Star Wars, tujuan utama Luke untuk membawa R2-D2 ke markas pemberontak untuk dianalisis, tujuan keduanya (menit 94 dari 115 menit) adalah untuk menghancurkan Death Star dengan menjatuhkan bom ketempat para penjahat.
Dalam plot satu tujuan, protagonis memiliki satu persoalan untuk diselesaikan pada akhir film. Semenjak plot satu tujuan gampang ditebak, film cerita linear adalah investasi yang buruk. Sebaliknya dengan film yang memiliki cerita dua plot tujuan. Yang melibatkan protagonis berusaha keras untuk tujuan yang salah, lalu belajar sesuatu yang merubah keseluruhan situasi dan melakukan tujuan yang sebenarnya. Kekalahan tujuan protagonis memakan keseluruhan cerita dalam arahan yang baru yang logis setengah dari keseluruhan film. Untuk itu perlu sembilan babak dalam mencapai tujuan cerita yang menggunakan dua plot tujuan. Karena berdasarkan hitungan itu tadi. Bahwa kekalahan protagoni pada tujuan awalnya yang memakan waktu lebih lama dibandingkan ketika protagonis mengawali perubahan tujuannya yang kedua. Diuraikan lebih lanjut apa-apa saja yang menjadi isi dari babak yang ada dalam nine-act structure ini. Yaitu :
Babak 0 : seseorang bekerja keras sampai malam
Babak 1 : mulai dengan sebuah image
Babak 2 : sesuatu yang buruk terjadi
Babak 3 : bertemu dengan pahlawan
Babak 4 : janji/tanggungjawab
Babak 5 : salah tujuan
Babak 6 : kegagalan
Babak 7 : pergi untuk tujuan baru
Babak 8 : selesaikan
BAGAN
Dengan penjelasan adanya metode Nine-Act Structure ini, walau masih bisa dikatakan metode ini benar-benar teruji kebenarannya, maka bisa kita simpulkan dengan diagram seperti diatas.
Sehingga metode ini ingin memperjelas pertanyaan yang selam ini memang menjadi pertanyaan umum dalam dunia penciptaan cerita film, yaitu apakah memang didalam struktur naratif, terutama pada Struktur Hollywood Klasik sudah tidak ada lagi pengembangan yang dilakukan oleh para kreator film. Apakah memang seperti itu adanya yang harus dibuat cerita yang dihadirkan dalam film. Sehingga cerita benar-benar menjadi bentuk yang sangat baku seperti yang telah dijelaskan sebagai mode representasi dari tahun 1930-an.
Dapat kita pahami selama ini, sebenarnya bila dilihat dari tujuan tokoh utama dalam hal ini adalah protagonis, didalam cerita naratif, Struktur Hollywood Klasik pada umumnya memiliki tujuan yang linear. Artinya disini tokoh akan tetap berjalan menuju tujuan utama yang telah ditetapkannya sejak awal kali permasalahan yang terjadi pada dirinya diperkenalkan.
Kalau benar adanya pendekatan yang dilakukan adalah klausal logika, seperti yang dipahami Aristoteles dan para pengikutnya, tentunya dapat menjadi sebuah opini yang baru atau menjadikan wacana yang cukup mendasar bila diberikan bentuk pertanyaan seperti ini :
“Apakah mungkin seorang tokoh utama/personal benar-benar tidak memiliki kesalahan ataupun kegagalan didalam hidupnya, sehinga dia benar-benar sebagai tokoh/person yang diciptakan dengan keadaan yang sangat sempurna, sampai-sampai tujuannya pun dapat dicapainya seperti yang diinginkannya?”
dari asumsi kalimat diatas, tentunya disadari bahwa bagaimana kalau tokoh/person mengalami kegagalan dalam mencapai tujuan awalnya. Atau sama sekali tujuan awalnya benar-benar tidak memungkian untuk dicapai? Apakah hal ini tidak sesuai dengan klausal logika yang didengung-dengungkan oleh Aristoteles dan para pengikutnya serta para penganut konsep cerita naratif lainnya.
Lalu bagaimana bila sang tokoh utama ini ternyata tidak seperti hal yang telah dijelaskan diatas. Tokoh memiliki tujuan yang tidak sesuai dengan awal pertama kali dia mendapatkan permasalahan dan kemudian menjadikan permasalahan tersebut membelokkan tujuan ceritanya, sehingga si tokoh menjadikan tujuan awalnya itu sebagai pembelajaran untuk mengatasi permasalahan yang ada sehingga pada akhirnya tercapai tujuan yang kedua seperti keinginannya.
Si tokoh membelokkan tujuannya tersebut ketika ditengah-tengah cerita, atau masih dalam babak kedua didalam struktur, katakanlah hal ini pada struktur atau pola tiga babak, yang hal inilah yang dimaksud dengan akhir cerita ternyata memiliki tujuan yang dibelokkan. Dan pada akhir cerita, tujuan menjadi berbeda dengan tujuan semula si tokoh. Artinya disini tokoh memiliki dua tujuan. Dimana tujuan pertama mengalami kegagalan, lalu tokoh belajar dari kegagalan tersebut dan kemudian memperbaikinya dengan tidak lagi menjadikan tujuan awal sebagai akhir. Tetapi mengarah kepada tujuan yang baru dibuatnya berdasarkan kegagalanya tersebut.
Tentunya hal ini tidak menutup kemungkinan dapat dilakukan oleh para kreator film didalam filmnya. Tetapi apakah hal ini menjadi sebuah ukuran keberhasilan film yang diproduksi oleh kreator film dapat diterima dengan baik oleh masyarakat, tentunya masih harus dan terus dibuktikan.
Satu hal yang perlu disadari sebenarnya didalam analisa struktur pada film Hollywood, adanya metode yang dikembangkan oleh beberapa kreator film. Diantaranya dengan mengembangkan tujuan dari tokoh didalam sebuah cerita pada film. Yangmana selama ini dikenal oleh khalayak umum adalah tokoh utama memiliki satu tujuan saja. Artinya disini tokoh utama tersebut sangat konsisten dengan tujuan utamanya yang diinginkannya didalam cerita sampai akhirnya tujuan tersebut tercapai.
Padahal ada beberapa film-film produksi Hollywood tidak seperti itu sekarang ini. Dimana sekarang ini, cerita ternyata dapat atau memang dirancang untuk memiliki tujuan yang lebih dari satu. Dan selama ini baru terlihat adanya dua tujuan dari film-film yang dianalisa oleh David Siegel.
Pengembangan ini terjadi didalam film-film produksi Hollywood, yang menurut David Siegel, telah menjadi pattern didalam film-film yang ternyata tercatat sebagai film-film box office. Sebuah metode yang baru diperkenalkan ini, artinya dapat memberikan kemungkinan-kemungkinan yang terus berkembang dalam cerita sebuah film.
Lebih lanjut lagi, pada kasus yang lain, atau lebih tepat beberapa film box office Hollywood misalnya. Ternyata juga tidak secara nyata memakai pola-pola lama atau mode representasi seperti Struktur Hollywood Klasik yang memakai pola tiga babak. Ini dijelaskan oleh David Siegel pada home page The Nine-Act Structure.
Dimana dijelaskan olehnya bahwa film-film box office Hollywood memiliki kecenderungan menggunakan pola The Nine-Act Structure ini, bukan pola tiga babak. David Siegel memaparkannya bahwa cerita memiliki tiga bagian utama, yang disebutnya dengan 3 P’s, yaitu: Premise (premis), People (karakter) dan Plot. Yang disinggung lebih jauh olehnya bahwa premis adalah “What if?”. Premis itu adalah apa, dimana, kapan dan bagaimana kalau...
Sedangkan People disini Siegel menjelaskannya adalah karakter didalam film. Ada karakter utama (major karakter) dan karakter pendukung (minor karakter). Semuanya itu memiliki fungsinya masing-masing. People atau karakter adalah siapa dan siapa (who and whom).
Kemudian Plot disinggung oleh David Siegel untuk mengembangkan suatu kejadian. Plot adalah tulang punggung dari cerita. Dan terdapat dua macam plot, plot utama dan sub plot. Keduanya bisa plot yang linear atau berurutan (seven acts) atau masing-masing tidak berurutan sekaligus atau single-reversal (nine acts) atau juga gabungan. Plot itu yang harus ada atau dipaksakan dari konsep 3 P. Plot memudahkan untuk menulis, karena the rules add support. Plot adalah tentang “bagaimana”.
Lebih lanjut dia menjabarkan bahwa sangatlah wajar ketika terjadi perubahan didalam ketiga unsur tersebut. Mengganti premis, adalah suatu perubahan yang besar. Misalnya mengambil karakter Raymond misalnya (tidak dijelaskan lebih lanjut oleh Siegel, Raymond dalam film apa), bisa memberikan keseluruhan plot yang berbeda. Mungkin membuat dia menjadi seorang protagonis, dengan mengatur tempat yang lain, dan memberikannya sebuah petualangan yang memiliki tujuan dasar yang salah dan kekalahan yang dapat dilihat dalam film. Tetapi menjadi sebuah catatan, sejak premis keluar pertama kali, untuk merubah itu dan menahan kedua lainnya secara konstan membuat itu tidak terlihat masuk akal. Namun demikian itu tidak membuat premis lebih penting atau lebih besar daripada karakter. Atau juga mengantikan karakter. Dalam nine-act ini David Siegel memberikan contohnya dalam film The Extra Terrestrial (E.T.). dimana Elliot seorang anak-anak yang membutuhkan seorang teman dapat kita ganti dengan seorang mahasiswa misalnya. Ataupun seorang eskimo, anak hutan bahkan seorang ibu-ibu. Lalu buat beberapa penyesuiannya yang bisa digunakan. Misalnya pada saat sepeda Elliot terbang tepat siluet dengan bulan, digantikan dengan kursi roda pada bulan. Untuk mengganti protagonis, gunakan saja seseorang yang sesuai dengan kebutuhan cerita.
Plot bisa dicontohkan pada film Star Terk : Generations yang menampilkan plot linear, dimana bisa saja Saaren mendapatkan kekacauan pada komputernya di kapal Enterprise, yang menyebabkan kesalahan perhitungan jalur Nexus dan bom itu pergi ke jebakan Kapten Pikard, setelah ia menembakkan bom pertama untuk meledakkan bintang. Kemudian setelah mereka menyadari hal itu dan Nexus sampai, Pikard harus kembali ke saat itu untuk meluruskan situasi.
Pergantian ini sebenarnya dimaksudkan oleh Siegel merupakan suatu yang dipahami dengan kebutuhan yang dihadirkan didalam cerita. Sehingga David Siegel menjelaskan lebih jauh pada struktur cerita bisa juga terjadi perubahan atau pergantian arah cerita. Sebelumnya ia menjelaskan bahwa struktur yang memiliki plot dengan satu tujuan dikatakannya sebagai bentuk struktur yang flat dan mudah ditebak ceritanya.
Sedangkan pada struktur yang terdapat dua plot tujuan didalamnya memiliki kekalahan ditengah-tengah film yang kemudian merubah tujuan protagonis dan tetap membuat itu menarik.
Kebanyakan dalam film-film box office Hollywood sekarang-sekarang ini memiliki plot dua tujuan. Melibatkan protagonis berusaha keras untuk tujuan yang salah, lalu mendapat pelajaran yang kemudian merubah seluruh situasi dan mengejar tujuan yang sebenarnya untuk menyelematkan dunia pada akhirnya. Kekalahan tujuan protagonis memakan keseluruhan cerita dalam arahan baru yang logis setengah dari keseluruhan film.
Beberapa contoh yang menggunakan plot dua tujuan ini, diuraikan oleh David Siegel seperti dibawah ini :
Dalam E.T. tujuan utama Elliot adalah untuk tetap membuat E.T. sebagai teman, tujuan keduanya adalah (menit ke 53 dari 107 menit) adalah untuk menolong E.T. untuk pulang.
Dalam Jurasic Park, tujuan utama Alan Grant untuk membuktikan keamanan tamanya, tujuan keduanya (menit 88 dari 119 menit) adalah menyelematkan Elli dan anak-anaknya setelah ia menemukan telur Dinosaurus dari kehidupan alam Dinasurusnya yang tidak terkontrol.
Pada Star Wars, tujuan utama Luke untuk membawa R2-D2 ke markas pemberontak untuk dianalisis, tujuan keduanya (menit 94 dari 115 menit) adalah untuk menghancurkan Death Star dengan menjatuhkan bom ketempat para penjahat.
Dalam plot satu tujuan, protagonis memiliki satu persoalan untuk diselesaikan pada akhir film. Semenjak plot satu tujuan gampang ditebak, film cerita linear adalah investasi yang buruk. Sebaliknya dengan film yang memiliki cerita dua plot tujuan. Yang melibatkan protagonis berusaha keras untuk tujuan yang salah, lalu belajar sesuatu yang merubah keseluruhan situasi dan melakukan tujuan yang sebenarnya. Kekalahan tujuan protagonis memakan keseluruhan cerita dalam arahan yang baru yang logis setengah dari keseluruhan film. Untuk itu perlu sembilan babak dalam mencapai tujuan cerita yang menggunakan dua plot tujuan. Karena berdasarkan hitungan itu tadi. Bahwa kekalahan protagoni pada tujuan awalnya yang memakan waktu lebih lama dibandingkan ketika protagonis mengawali perubahan tujuannya yang kedua. Diuraikan lebih lanjut apa-apa saja yang menjadi isi dari babak yang ada dalam nine-act structure ini. Yaitu :
Babak 0 : seseorang bekerja keras sampai malam
Babak 1 : mulai dengan sebuah image
Babak 2 : sesuatu yang buruk terjadi
Babak 3 : bertemu dengan pahlawan
Babak 4 : janji/tanggungjawab
Babak 5 : salah tujuan
Babak 6 : kegagalan
Babak 7 : pergi untuk tujuan baru
Babak 8 : selesaikan
BAGAN
Dengan penjelasan adanya metode Nine-Act Structure ini, walau masih bisa dikatakan metode ini benar-benar teruji kebenarannya, maka bisa kita simpulkan dengan diagram seperti diatas.
Komentar
Posting Komentar