Gambar:
capture Movie Begins by Film Preservation
Associates and The British Film Institute
Begitu cepat dan simultan penemuan teknologi di abad ke-19 berlangsung. Penemuan yang satu mempengaruhi penemuan yang lainnya, dan menghasilkan teknologi baru. Begitu seterusnya sampai mendapatkan persetujuan dan pengakuan dunia terhadap pencapaian teknologi tertentu. Termasuk teknologi dalam menghasilkan gambar bergerak –motion picture.
Kejayaan Edison dengan kinetograph
dan kinetoscope-nya tidak berlangsung
lama. Peristiwa pada malam Desember yang dingin tiga hari setelah Natal di
tahun 1895, ketika para tamu diajak menuju ke ruang bawah tanah yang remang-remang
di Grand Café di Boulevard des Capucines di Paris Prancis, hal yang semestinya tidak
dilakukan oleh tuan rumah terhadap para tamunya untuk mengajaknya ke ruang
bawah tanah. Namun disitulah masa keajaiban dunia terjadi. Orang-orang yang
datang pada malam itu menjadi saksi melihat sebuah pertunjukkan sulap hasil
penemuan yang dilakukan oleh dua bersaudara Louis
dan Auguste Lumière.
Sebuah
kotak milik Lumière Brothers yang
disebut dengan Le Cinématographe
mampu melakukan trik layaknya sebuah sulap. Sesaat setelah memperkenalkan kotak
tersebut, lampu pun mulai dipadamkan, dan para tamu mulai duduk dengan napas
yang berdegup kencang, menunggu sesuatu didalam kegelapan. Mesin yang
ditempatkan pada kayu berlapiskan kuningan dihidupkan dan secara mekanik
mesinpun berputar, terdengar suara mesin yang bergerak, memunculkan cahaya
proyeksi dalam kegelapan ke sebuah dinding. Tidak lama kemudian orang-orang
yang hadir melihat suatu hasil dari proyeksi tersebut,
tayangnya sebuah “gambar hidup” hasil rekaman yang memperlihatkan
perspektif dari jalur kereta yang panjang dan kosong tidak ada kereta apinya,
serta beberapa orang ada di tepi jalur tersebut. Tidak berapa lama kemudian
muncul dari kedalaman gambar, sebuah Kereta
api lokomotif dengan
uap yang berputar-putar menjulang tinggi ke awan sampai close up
dan melintasi kamera, dan pun kereta berhenti. Tidak ada suara yang terdengar dari orang-orang yang menontonnya, tapi begitu nyata
dalam trik sulap kali ini, bahwa pada saat kereta api
sepertinya mendekat (close up), orang-orang segera melemparkan dirinya ke
bawah meja dan kursi sambil berteriak ketakutan. Kemudian lampu kembali menyala.[1] Para tamu yang hadir sebagai penonton pun kembali tenang, layaknya sebuah efek sihir.
Para tamu pun kembali menonton sisa pertunjukkan. Lumière Brothers
melanjutkan aksinya dan segera mempertunjukkan
film pendek
mereka yang berlangsung sekitar selama dua puluh menit, dan orang-orang yang hadir
pada malam Desember tahun 1895 itupun menjadi saksi sejarah, telah
menyaksikan sepuluh film pendek Lumiere
Brothers tersebut. Sinema telah dimulai, dan untuk selanjutnya sinema juga
dikenal dan atau lebih
dikenal dengan film.
Louis dan Auguste
Lumière telah berhasil
menjejakkan kaki mereka dalam sejarah film, yang memang sebagian besar kehidupan mereka dikhususkan untuk hal tersebut.
Mereka sekolah teknik di Lyon dan dibesarkan dalam pernak-pernik di studio
fotografi milik ayah mereka. Selama bertahun-tahun, sampai pada tahun terakhir abad kesembilan belas, para fotografer dan
penemu di seluruh Eropa dan Amerika Serikat telah berusaha untuk dapat membuat
film yang mampu mereproduksi gerak, dan pada akhirnya terhenti di sebuah kotak perekam Le Cinématographe. Tidak
hanya mampu merekam, kamera tersebut sekaligus juga dapat digunakan sebagai printer yang mampu memproyeksikan
gambar hasil rekaman, dan untuk
pertama kalinya secara akurat gambar diproyeksikan ke layar ditonton oleh khalayak, dan film pertama pun telah dipertunjukkan! bahkan lebih
khusus lagi disebut sebagai film pendek!
Tidak dipungkiri bahwa Lumière Brothers menggunakan film 35mm milik Dickson dan mensyut-nya pada kecepatan 16 gambar per detik (frame per second) yang terlihat lebih normal
dibandingkan dengan Edison yang
menghasilkan sekitar 46 gambar per detik (frame per second) dalam menghasilkan gambar bergerak. Kecepatan tersebut kemudian dijadikan standarisasi gerakan normal mekanik film
sampai dengan periode “talkies”
(film bicara) 20 tahun kemudian, dimana kecepatan gerakan gambarnya diubah menjadi 24 gambar per detik (frame per second) sebagai kecepatan yang
dianggap normal.
Keunggulan lain dari Le Cinématographe adalah dengan menggunakan metode intermitten,
yakni sebuah mekanisme yang
terdiri dari gigi dengan slot di sekitar tepinya untuk menghasilkan gerak mekanik dimana
mekanik kamera berhenti sesaat dan memulainya kembali dengan cepat saat proses
merekam dan menayangkan gambar, yang ditempatkan didalam kamera
Le Cinématographe-nya. Sehingga kamera ini
mampu mengekspos foto-fotonya
pada setiap frame pada jalur pita seluloidnya yang sangat peka, yang secara mekanik pita seluloid tersebut juga mampu melintasi mesin mekanik yang ada didalam
kamera. Metode ini meniru dari sistem
kerja mesin jahit yang telah ditemukan sebelumnya (1846).
Lumière Brothers mengambil kamera mereka dan membawanya keluar, ke
jalan-jalan dan merekam serta menembakkan apa yang disebut dengan aktualitas –scene dari kehidupan sehari-hari, dan diantara film-film mereka
tersebut, film L’aarivée d’un train à la Ciotat merupakan film yang paling dikenal. Lumière
Brothers dengan cepat memberangkat para
operator kameranya untuk menyangkan film-film mereka di luar negeri, dengan
menyewa teater ataupun café. Sehingga
banyak bioskop di luar Prancis berdiri karena adanya
eksplorasi dari kedatangan para operator Cinématographe
ini. Salah satu pekerjaan lain dari para operator Lumière Brothers ini,
mereka harus melakukan perekaman satu shot
lokal dari wilayah yang mereka kunjungi, dan shot yang dilakukan oleh Eugene Promio adalah yang paling menarik, dimana ia meletakkan
kamera dengan tripod diatas sampan yang melaju. Film tersebut berjudul Egypte:
Panorama des Vusi du Nil di
tahun 1896, hal yang nantinya dikenal sebagai traveling shot.
Namun
sebagai teknisi, mereka
tidak jeli menangkap
potensi yang ada
pada sinema agar dapat dibuat sebagai seni,
bisnis dan hiburan.
Pernyataan kontroversial malah muncul dari
perkataan Louis Lumière yang sangat terkenal, "Sinema merupakan penemuan tanpa masa depan". Sebuah pernyataan yang sangat ironi dan paradoks
dari seorang perintis yang selama bertahun-tahun bekerja untuk membuat film.
Bahkan sebelum pesawat terlihat di langit, Lumière
Brothers ini telah
mampu meninju ke atas langit dengan mensyut
filmnya untuk pertama
kalinya di dunia. Bahkan dalam waktu yang singkat dalam beberapa tahun kemudian, sebelum mereka
pergi
meninggalkan film untuk selamanya, Lumière Brothers telah menghasilkan dan men-shoot hampir 1.500 film pendek, dan untuk pertama kalinya
telah menciptakan katalog film pendek di dunia.
Sebuah lompatan keberhasilan yang tidak pernah terlintas
sebelum-sebelumnya dari peradaban manusia. Berawal dari bayangan, beralih ke
gambar dan menjelma menjadi film, yang mampu menampilkan “gambar hidup” –live action. Kehadiran kamera Le Cinématographe, mengubah gambar bergerak menjadi tayangan yang mampu merefleksikan kehidupan
di dunia sehari-hari. Salah satu terpenting, digunakannya metode intermitten pada kamera Le Cinématographe, sehingga gerak yang muncul pada gambar yang dilihat oleh mata seperti
terlihat normal. Enam belas gambar per detik (frame per second) mendapatkan pengakuan dunia
dalam menghasilkan gerak normal pada gambar. Realitas kehidupan yang direkam Lumière
Brothers,
menjadi identitas film-film pada periode awal ini, dan meski belum ada ukuran
durasi pada saat itu, namun sepuluh film pertama Lumière Brothers, jika dikaitkan dengan
periode sekarang ini, maka masuk dalam kategori film pendek.
1. Pesimis yang terlalu cepat
Selanjutnya, pada tahun-tahun berikutnya, Louis
Lumière yang ternyata hidupnya lebih lama dibandingkan saudaranya Auguste
Lumière, bisa
dipastikan menyesali akan keseleo
lidahnya. Disaat
film dianggap tidak memiliki masa
depan, pada kenyataannya citra film memiliki daya
tarik yang sangat
cepat di mata
masyarakat di negaranya. Karena pada periode awal film, seni dan sastra adalah hal yang dikenal prestis dan
sangat wajar digemari oleh kalangan borjuis atau elit yang berpendidikan. Teater dianggap sebagai pertunjukkan
seni yang memiliki nilai tinggi, dengan format yang ada padanya selalu membutuhkan
seorang aktor diatas panggung yang harus dibayar setiap hari pertunjukkannya.
Berbeda dengan sinema yang memiliki kemampuan yang
berbeda dengan teater, dengan format yang ada padanya, penampilannya dapat diulang-ulang sehingga lebih banyak dalam sehari, bahkan dapat dipertunjukkan
dalam waktu yang sama meski pada tempat yang berbeda dan dengan menampilkan
aktor yang sama tanpa harus dibayarkan setiap penampilannya. Penonton yang
hadir, meski dari kalangan para buruh pekerja pabrik dan pembantu rumah tangga untuk menyaksikannya, mereka mampu untuk membeli tiket sinema. Sebuah peristiwa yang terjadi pada pergantian abad kedua puluh tersebut. Memperlihatkan fenomena sekaligus adanya
nilai ekonomi pada sinema. Melihat hal itu, akhirnya kita memiliki sebuah bentuk seni, hiburan dan bisnis pada sinema, yang memiliki daya tarik massa yang tidak sedikit jumlahnya, bahkan mampu menjangkau keseluruh dunia. Kesalahan fatal telah dibuat Louis
Lumière
seorang pionir sinema yang telah memproduksi dan menjual kamera Le Cinématographe di tahun 1897.
Keberadaaan
film, seperti yang sering dianggap orang, bahwa film sebagai sesuatu yang ajaib, dimana kita duduk di auditorium yang gelap untuk
menunggu pertunjukkan film dimulai. Dapatlah kita bayangkan bahwa hal itu adalah pengulangan
dari peristiwa di masa nenek moyang kita dahulu, yang merupakan bagian didalam
ritual budaya ketika masyarakat primitif berjongkok di sekitar api unggun sambil
menatap api dan mendengarkan para tetua berbicara. Sebuah peradaban manusia dimasa lampau. Bercerita tentang legenda yang membangkitkan
masa kejayaan manusia seutuhnya, keyakinan yang kita yakini yang membawa kita
kedalam ketenangan dan ketentraman, kepekaan terhadap kebutuhan orang lain
untuk menjadikan keteraturan dan keseimbangan kehidupan. Selalu menghadirkan
kebaikan seseorang dengan variasi
yang berbeda tapi pada tema yang sama. Informasi guna eksistensi seseorang dalam menjalani
kehidupan. Pesan yang tidak pernah selesai untuk dikomunikasikan dan
disampaikan. Namun rasa pesimis Louis Lumière menyebabkan bisnis pada film
bukan cuma persoalan membuat film, memutarkannya atau menyewakan film yang
dibuat di pasar malam, mendatangkan penonton untuk membeli tiket, tetapi
ternyata juga memperjual-belikan teknologi kameranya, yang pada awalnya mereka
sangat tidak menginginkan akan bisnis jual-beli kamera tersebut.
Komentar
Posting Komentar