GENRE FILM (PERIODE AWAL SINEMA) 4



Genre dan Style Film Jerman Era Pasca Perang (1)

Perfilman Jerman seperti terisolasi dalam kurun waktu yang terbilang pendek di tahun 1916 sampai tahun 1921, menyebabkan perubahan jenis film tidaklah terlalu besar terjadi, bahkan terbilang kecil. Mekipun genre fantasi terus menonjol, ditandai dengan film-film yang dibintangi oleh Paul Wegener, seperti The Golem (1920, Wegener dan Henrik Galeen) dan Der verlorene Schatten (The Lost Shadow, 1921, Rochus Gliese). Namun situasi setelah perang yang menyebabkan iklim politik mengalami perubahan, kebijakan sayap kiri seperti sensor pun dihapuskan, meski penghapusan tersebut berlangsung tidak terlalu lama. Dengan situasi seperti itu, nyatanya mendorong mode film tentang pelacuran, penyakit kelamin, obat-obatan, dan masalah sosial lainnya, menghiasi perfilman Jerman. Meluasnya kesadaran akan kepercayaan terhadap film-film tersebut membuat tontonan film jadi lebih bersifat pornografi, sensor pun dipulihkan untuk kembali diberlakukan. Genre komedi dan drama yang sebenarnya telah mendominasi produksi di Jerman dan sebagian besar negara lain selama periode film yang tengah memasuki pertengahan masa remaja pun terus dibuat. Meski begitu, sebenarnya dapatlah terlihat beberapa tren dari genre utama di film Jerman dengan keunggulan gayanya pada era pasca perang ini, seperti halnya: genre spektakel –pentas tontonan yang spektakuler, gerakan Ekspresionis Jerman, dan film Kammerspiel.


1.      Genre Spektakel

Sebelum perang, sinema Italia telah meraih sukses diseluruh dunia dengan epik sejarahnya, seperti yang didapatkan dalam film Quo Vadis? Dan Cabiria. Di Jerman, setelah perang berakhir, mereka mencoba dengan taktik yang serupa dalam memproduksi filmnya, menekankan pada kacamata sejarah. Hal yang tidak buruk, karena beberapa dari film-film ini mencapai kesuksesan, apalagi film-film tersebut mirip-mirip dengan epik Italia, bahkan situasi ini telah memunculkan seorang sutradara penting pertama bagi Jerman di era pasca perang, yakni Ernst Lubitsch.

Film-film spektakular yang lebih mengandalkan kostum, muncul di sejumlah negara, tetapi itu hanya diperuntukkan bagi perusahaan-perusahaan film yang mampu memberikan anggaran produksi filmnya dengan skala besar sehingga mampu bersaing secara internasional. Hollywood, dengan anggaran yang tinggi dengan penata artistik –art director, yang terampil, dapat membuat film Intolerance atau The Last of the Mohicans, hal yang tentu saja jarang terjadi di Inggris Raya dan Perancis mengingat biaya produksi yang begitu mahal. Namun, anehnya selama periode inflasi ini, justru menyebabkan sejumlah perusahaan-perusahaan film besar di Jerman merasa relatif mudah untuk membiayai film epik sejarah. Bahkan beberapa perusahaan film dapat membeli backlots[1] yang luas, dan mereka juga dapat memperluas fasilitas studionya. Biaya tenaga kerja untuk membuat set dan kostum pun dalam kategori yang dianggap wajar, apalagi para figuran dapat disewa dengan upah yang rendah. Film-film yang dihasilkan pun cukup mengesankan sehingga mampu untuk bersaing di luar negeri, hal yang menyebabkan terjadinya kestabilan dalam menghasilkan mata uang asing. Ketika Ernst Lubitsch membuat Madame Dubarry pada tahun 1919, film tersebut dikabarkan harganya setara dengan harga sekitar $40.000. Namun ketika dirilis di Amerika Serikat pada tahun 1921, para ahli pembuat film disana justru memperkirakan bahwa film semacam itu mungkin berharga dikisaran $500.000 untuk dapat di produksi di Hollywood pada waktu yang sama, harga yang tentu saja mahal untuk sebuah film feature.

Lubitsch, yang menjadi sutradara epik sejarah Jerman paling terkemuka, memulai karier filmnya pada awal tahun 1910-an sebagai komedian dan sutradara. Hit besar pertamanya datang pada tahun 1916 dengan Schuhpalast Pinkas (Shoe Palace Pinkas), dimana ia bermain sebagai pengusaha muda Yahudi yang bersifat kurang ajar. Tapi ternyata film itu merupakan film keduanya untuk perusahaan film Union, salah satu perusahaan kecil yang bergabung untuk membentuk Ufa, yang kemudian di perusahaan tersebut, Lubitsch bekerja untuk mengarahkan beberapa proyek film yang lebih bergengsi. Bintang film Ossi Oswalda, seorang komedian ulung, bermain dalam beberapa film komedi yang disutradarai oleh Lubitsch pada periode film yang memasuki masa remaja akhir, seperti pada film Die Austernprinzessin (The Oyster Princess, 1919) dan Die Puppe (The Doll, 1919). Bersama bintang film Polandia, Pola Negri-lah, barulah Lubitsch mendapatkan pengakuan internasionalnya.

Negri dan Lubitsch pertama kali bekerja bersama pada tahun 1918 di Die Augen der Mumie Ma (The Eyes of the Mummy Ma). Fantasi melodramatik yang ada didalam film ini, telah mengambil
lokasi filmnya di sebuah tempat eksotis yang ada di Mesir, dan ini sebenarnya ciri khas dari produksi film Jerman pada akhir tahun 1910-an. Bersama co-Star Negri, yang juga aktor Jerman yang sedang naik daun, Emil Jannings, Lubitsch membuat film Madame Dubarry (1919) bersama kedua bintang tersebut, sebuah kisah berdasarkan pada karier nyonya Louis XV (4.5). Film itupun mendapatkan kesuksesan yang luar biasa, baik di Jerman maupun di luar negeri. Lubitsch kemudian membuat film serupa yang berjudul Anna Boleyn (1920). Pada tahun 1923, ia pun telah ditempatkan sebagai sutradara besar pertama Jerman yang dibayar dan bekerja di Hollywood, sedangkan Negri sudah lebih dulu berada di Amerika karena terikat kontrak jangka panjang bersama dengan studio Paramount. Tidak perlu lama bagi Lubitsch, ia dengan cepat menjadi salah satu praktisi paling terampil yang berada di bawah gaya Hollywood klasik tahun 1920-an.
Gambar Animasi Pola Negri Passion Classic 1920.png
4.5 Dalam Madame Dubarry, set yang besar dengan ratusan figuran merekayasa ulang revolusi di Paris.

Film-film melalui kacamata sejarah tetap populer selama terjadinya inflasi terparah di dunia, hal yang memungkinkan film-film Jerman untuk eksis dan terjual di luar negeri dengan harga yang tidak bisa ditandingi oleh industri film negara lain. Tetapi pada pertengahan 1920-an, pada akhir inflasi malah mendikte anggaran yang lebih sederhana, sehingga genre spektakel ini menjadi sangat kurang diperhatikan.



[1] area yang berada di belakang ataupun berdampingan dengan studio film, yang dapat digunakan untuk membangun set tertentu dengan uuran tertentu yang dapat di modifikasi sesuai kebutuhan produksi film ataupun tv.

Komentar