3. Genre Obyektifitas Baru
Ekspresionime
sebagai erakan yang telah mendahului, lambat laun pun mengalami penurunan dan
yang menjadi alasan tersebut terletak pada perubahan iklim budaya di Jerman.
Kebanyakan para sejarawan seni menentukan akhir dari gerakannya pada lukisan
berada sekitar tahun 1924. Gaya yang sudah berjalan selama satu setengah dekade
dan tersaring secara teratur ke dalam bentuk seni dan desain yang lebih populer.
Sehingga menjadi sangat akrab dan umum untuk mempertahanakannya sebagai sebuah gaya
avant-garde, oleh karena itu para seniman
–Jerman– pun mulai beralih ke arah yang lebih penting.
Banyak para seniman di
Jerman yang pindah dari emosionalisme ekspresionisme yang telah berkerut ke
arah realisme dengan kritik sosial yang lebih dingin. Namun ciri-ciri seperti
itu belum cukup spesifik untuk membentuk gerakan yang lebih menyatu, tetapi
tren tersebut disimpulkan sebagai Neue
Sachlichkeit (Bahasa Jerman dari Obyektifitas
Baru).
Sebagai contoh, karikatur politik yang kejam dari George Grosz dan Otto Dix
dianggap penting bagi gerakan Obyektifitas
Baru. Sebenarnya
lukisan dan gambar mereka sama gayanya dengan lukisan kaum ekspresionis,
tetapi perhatian Grosz dan Dix terhadap realitas sosial kontemporer di Jerman
yang membedakan mereka dari gerakan ekspresionis. Demikian pula halnya,
pada fotografi yang menjadi semakin penting sebagai bentuk seni di Jerman,
khususnya
|
Karya George Grosz, dalam Street Scene (1925).
|
dari tahun 1927 hingga
1933. Gambar-gambar seputar close up tanamannya
Karl Blossfeldt yang indah tapi terbilang abstrak ke foto-fotonya John Heartfield
yang sedikit menyindir serta menyinggung Nazi.
Teater
avant-garde, juga menjadi kurang
peduli dengan emosi yang ekstrim yang muncul dari karakternya dan lebih banyak
menghadirkan kejadian yang ironi yang berdampak pada situasi sosial. Untuk
pertaa kalinya Bertolt Brecht menjadi terkenal pada akhir tahun 1920-an sampai tahun
1930-an. Konsepnya tentang Verfremdungseffekt
(umumnya diterjemahkan sebagai "efek alienasi") adalah kebalikan dari
teknik Ekspresionis; Brecht ingin penonton menghindari keterlibatan emosional secara
total terhadap karakter dan tindakannya sehingga mereka dapat berpikir melalui kesimpulan
ideologis dari subject
matter-nya, idea atau gagasannya.
Obyektifitas Baru juga merambah ke sastra,
seperti dicontohkan oleh novel dari Alfred Dablin, Berlin Alexanderplatz (1929), yang kemudian difilmkan oleh
sutradara kiri Piel Jutzi pada tahun 1931.
Sang tokoh yang mengikuti
seorang pelacur dan menemukan tanda yang tidak menyenangkan di The Street
|
Di Tragedy of the Street yang
menggunakan pencahayaan yang rendah dengan tracking shot yang panjang di set jalanan yang suram sebagai tampilan
sang pelacur mencari klien.
|
Di sinema sendiri, Obyektifitas Baru
mengambil dari berbagai macam bentuk. Satu tren yang biasanya
dikaitkan dengan Obyektifitas Baru adalah street film.
Dalam film-film semacam itu, karakter-karakter dari latar belakang kelas
menengah mendadak, tiba-tiba saja harus tak berdaya pada suasana di jalanan
kota, dimana mereka dihadapkan pada beragam berbagai macam penyakit sosial,
seperti pelacuran, perjudian, perdagangan gelap, dan penipuan.
Street film menjadi terkenal pada tahun 1923 seiring dengan keberhasilannya Karl Grune di
|
dalam The Street. Film yang menceritakan secara sederhana tentang krisis psikologis pria paruh baya. Dari apartemennya, sang tokoh dapat melihat adanya suasana kegembiraan penuh dengan romansa seperti sedang menunggunya di jalanan. Lalu ia pun segera menjauh dari istrinya, untuk segera menjelajahi kota, lalu terbujuk oleh seorang pelacur untuk masuk ke dalam sarang para pemain kartu yang licik, sampai ia pun diduga melakukan pembunuhan. Akhirnya sang tokoh pun kembali ke rumahnya, namun berakhir dengan sebuah kesan bahwa para penghuni jalanan sedang mengintainya dari dekat.
Sutradara
Jerman paling terkenal di pertengahan 1920-an, G. W. Pabst, yang terkenal ketika
ia membuat street
film kedua utamanya, The
Joyless Street (lihat boks). Contoh penting lainnya adalah Bruno Rahn's
Dirnentragodie ("Tragedy of the
Street," alias Tragedi Jalan, 1928). Bintang film lama Denmark,
Asta Nielsen, memerankan seorang pelacur tua menangkap seorang pemuda
pemberontak yang melarikan diri dari rumah kelas menengahnya; Sang pelacur pun
bermimpi membuat hidup baru bersama sang pemuda. Sang pemuda pada akhirnya
kembali ke orang tuanya, sedangkan sang pelacur ditangkap karena membunuh
mucikarinya. Film ini menggunakan set studio yang gelap, dengan pergerakan kamera,
dan pembingkaian ditutup dengan menciptakan suasana jalan belakang yang
menindas dan apartemen yang suram.
Kematian
dini dari Rahn dan kepindahan Pabst menyutradarai topik lainnya telah ikut
berkontribusi terhadap menurunnya street film pada akhir tahun 1920-an. Secara umum
film-film ini telah dikritik karena kegagalan mereka untuk menawarkan solusi terhadap
penyakit sosial yang mereka gambarkan sendiri. Gambaran suram mereka tentang
jalanan menunjukkan bahwa kelas menengah hanya dapat menemukan keselamatan
dengan mundur dari realitas social yang ada –jalanan.
Sejumlah
faktor telah menyebabkan menurunnya film-film Obyektifitas
Baru di bioskop. Dalam satu hal, meningkatnya dominasi politik Jerman
oleh kekuatan sayap kanan yang ekstrem pada akhir 1920-an dan awal 1930-an
menghasilkan perpecahan yang lebih luas antara faksi konservatif dan liberal.
Kelompok-kelompok Sosialis dan Komunis membuat film selama era ini, dan sampai pada
taraf tertentu kenyataannya hal ini telah menyediakan jalan keluar bagi kritik
sosial yang kuat. Selain itu, kedatangan teknologi suara dikombinasikan dengan
kontrol yang lebih besar atas industri film oleh kekuatan konservatif untuk
menciptakan penekanan pada hiburan ringan. Genre operet menjadi salah satu
jenis pembuatan film suara yang paling menonjol, dan realisme sosial pun menjadi
langka.
Komentar
Posting Komentar