Dari tiga gerakan Eropa yang tumpang
tindih selama tahun 1920-an, kenyataannya Impresionisme Perancis bertahan
paling lama, dari tahun 1918 hingga awal tahun 1929. Pada akhir dekade,
beberapa faktor ikut berkontribusi mempengaruhi penurunannya. Ketika gerakan
menjadi lebih mapan, minat pembuat film menjadi lebih beragam. Selain itu,
perubahan signifikan dalam industri film Perancis mempersulit beberapa Impresionis
untuk mempertahankan kontrol atas karya mereka sendiri.
Filmmaker Pergi dengan cara Mereka Sendiri
Pada akhir 1910-an dan paruh pertama 1920-an, kaum Impresionis membentuk kelompok yang saling berhubungan erat, mendukung satu sama lainnya dalam misi mereka untuk membangun alternatif, yakni sinema artistik. Pada pertengahan dekade, mereka telah berhasil sampai pada batas tertentu. Sementara banyak dari film mereka tidak lagi menarik bagi khalayak yang besar, mereka sering menerima ulasan yang baik dan dihargai oleh para penonton dari klub cine dan teater seni. Pada tahun 1925, Leon Moussinac, seorang kritikus kiri yang bersimpati kepada kaum Impresionis, menerbitkan Naissance du cinema (“The Birth of the Cinema”); disana ia menyimpulkan ciri-ciri dari gaya gerakan dan pandangan teoretis dari para pembuat filmnya. Sebagian besar didasarkan pada tulisan-tulisan Delluc, catatan Moussinac menampilkan adanya tekanan teknik untuk nilai ekspresif seperti slow motion dan superimpose, dan menjadikan kelompok Impresionis sebagai pembuat film Perancis yang paling menarik. Ringkasan tersebut datang tepat pada waktunya, karena tidak ada konsep yang signifikan yang dikembangkan dalam teori Impresionis setelah titik ini.
Ada
juga yang merasakan perkembangan akan kesuksesan
Impresionisme telah menyebabkan difusi pada tekniknya
sehingga menyebabkan kekurangan pada dampaknya.
Pada tahun 1927, Epstein berkomentar, “Perangkat orisinal seperti montase cepat atau tracking atau juga panning pada kamera
sekarang ini semakin divulgarisasikan. Seperti kesan
sebuah topi yang sudah tua, yang perlu
untuk dihilangkan agar gaya terlihat lebih
jelas dan dimengerti untuk menjadikan film
lebih sederhana”. Memang, Epstein semakin menyajikan
cerita-cerita sederhana dalam gaya quasi-documentary, penggunaan non-aktor dan menghilangkan cara kerja kamera dan editing Impresionis yang mencolok. Film Impresionis
terakhirnya, Finis Terrae,
menggambarkan dua pemuda penjaga
mercusuar di sebuah pulau yang
terjal; dihadirkan dengan teknik
kamera yang muncul secara subjektif
terutama saat seorang pemuda tersebut terjatuh.
Sedangkan pada film suara awal Epstein, Mor-Vran
(1931), ia menghindari
gaya Impresionis secara menyeluruh di dalam
narasinya yang puitis, dimana diperlihatkan
penduduk desa yang terkurung di pulau terpencil.
Kemungkinan pada masa tersebut teknik terhadap gaya Impresionisme
menjadi agak biasa, sehingga para filmmaker Impresionis
lain pun mulai
bereksperimen kearah yang berbeda. Jika pada
era tahun 1918-1922
dapatlah dikatakan ditandainya dengan piktorialisme atau fotogenie,
dan pada periode
tahun 1923-1925 dengan menambahkan cutting
yang berirama, maka pada
tahun-tahun berikutnya, tahun 1926-1929, terlihat difusi yang lebih besar dalam gerakan ini. Pada tahun 1926 beberapa sutradara Impresionis
telah mencapai kebebasan
yang cukup besar dengan mendirikan
perusahaan-perusahaan
kecil milik
mereka sendiri. Selain itu, dukungan yang diberikan oleh klub-klub cine dan sinema-sinema kecil, menyebabkan film eksperimental memungkinkan untuk di produksi
dengan anggaran yang
rendah. Sebagai hasilnya
dari kedua faktor tersebut, pada periode akhir Impresionis tampak terlihat penyebaran akan perkembangan dari
film pendek, sebuah siklus pengulangan tanpa adanya
suatu hambatan apapun, seperti yang terlihat
di film Menilmontant
karya Kirsanoff dan empat film yang diproduksi oleh Les Films-nya Jean
Epstein.
Faktor
lainnya adalah adanya variasi-variasi –mendiversifikasi– pada gerakan Impresionis ini adalah
dampak atas perkembangan film
eksperimental. Seperti munculnya film-film
Surealisme, Dadaisme, dan
film-film abstrak yang sering
diberikan tempat melalui program-program
cine-klub dan sinema seni terhadap film-film Impresionis pada pertengahan hingga akhir tahun 1920-an. Kecenderungan ini disamakan
dengan kategori pur sinema –cinema pur. Dulac pun menulis
dan memberikan
kuliah ke berbagai banyak tempat demi
kepentingan sinema, dan pada tahun 1928
ia pun meninggalkan
pembuatan film komersial untuk menyutradarai film surealisnya, The
Seashell and the Clergyman. Setelah itu ia pun berkonsentrasi untuk film-film pendek abstraknya.
Difusi gaya seperti itu pada akhirnya memungkin
untuk menghancurkan karya yang telah menyatu diantara kaum Impresionis
sekaligus juga mengakhiri gerakan tersebut. Bagaimanapun juga, di akhir tahun 1920-an
telah terjadi penurunan yang sangat cepat dalam independensi para sutradara
ini. Untuk satu hal, situasi mereka sebagai produsen kecil pun goyah. Karena mereka
tidak memiliki studio yang mereka miliki sendiri, sehingga mereka pun harus
menyewa fasilitas untuk pengambilan gambar filmnya. Belum lagi setiap filmnya pun
harus dibiayai sendiri-sendiri, itupun para filmmaker
mendapatkan biayanya hasil dari keberhasilan film yang dibuat sebelumnya.
Selain
itu, pada akhir 1920-an, perusahaan distribusi besar kurang tertarik membiayai
film-film Impresionis. Pada tahun-tahun pertama gerakan ini, seperti yang telah
kita lihat, ada beberapa harapan bahwa film-film khas ini dapat bersaing di
Amerika Serikat dan Jerman. Namun, kenyataannya hanya beberapa film Impresionis saja yang mampu diekspor ke pasar-pasar tersebut, bahkan fakta lain menunjukkan bahwa film Impresionis yang
berhasil justru lebih sedikit lagi. Sehingga film eksperimen di akhir tahun 1920-an sebenarnya
sangatlah sulit untuk dapat berkompetisi apabila dibuat, baik itu di dalam maupun di luar negeri.
Ironisnya,
pada tahun 1926 ekonomi Perancis secara keseluruhan telah berjalan sangat baik sejak perang
berakhir. Inflasi akhirnya dapat
diatasi. Dari tahun
1926 hingga akhir dasawarsa, Perancis mengalami periode boom yang dapat dinikmati mereka seperti halnya yang terjadi pada
sebagian besar negara lain. Pada akhir 1920-an, industri film menunjukkan
beberapa tanda-tanda kebangkitannya kembali.
Beberapa perusahaan produksi besar pun bergabung
selama tahun 1929 untuk selanjutnya
membentuk dua perusahaan besar: Pathe, Natan,
dan Cinerom bergabung untuk membentuk PatheNatan, sedangkan perusahaan besar lainnya adalah gabungan
antara tiga perusahaan yang dilakukan oleh Gaumont-Franco-Film-Aubert (tapi
sebenarnya kekuatan industri film Perancis saat itu,
sebagian besarnya hanyalah ilusi dan hanya sementara saja).
Impresionis pun mengalami nasib buruknya selama akhir tahun 1920-an, karena tercatat banyak perusahaan independen yang tutup buku. Meski di tahun 1928, Cineromans mendatangkan Cinegraphic L’Herbier, dan mengulangi kembali produksinya yang
mahal, L’Argent. L’Herbier pun berhenti,
namun ia dipaksa untuk menangani lebih
banyak proyek komersial di era film
suara. Di tahun yang
sama, Les Films Jean Epstein keluar
dari bisnisnya, meskipun Epstein
memperoleh dukungan secara
independen untuk memproduksi
film-film non-Impresionisnya yang sederhana. Sejarah produksi yang kusut dan
anggaran untuk Napoleon yang sangat besar membuat Gance
tidak bisa bertahan agar tetap mandiri;
karena hal itulah mereka justru diawasi secara
ketat oleh para penyokongnya, dan
film-film berikutnya berisi tentang, yang benar-benar, bayangan dari
eksperimen sebelumnya.
Diperkenalkannya suara
pada tahun 1929 justru membuat kesulitan
kaum Impresionis untuk mendapatkan kembali kebebasan mereka. Karena produksi yang baik menjadi identik dengan anggaran yang mahal,
sehingga menjadi lebih sulit untuk mengikis
pembiayaan yang telah
dikeluarkan, meskipun itu hanya produksi untuk
fitur pendek, anggaran rendah film pun
akhirnya masuk ke dalam avant-garde.
Pada tahun 1968, L’Herbier mengingatkan
kembali situasinya itu:
Ketika
suara muncul, kondisi kerja profesi menjadi sangat sulit bagi seorang sutradara seperti saya ini. Karena itu keluar pertanyaan, apakah itu (kerja) untuk
alasan ekonomi, ataukah hanya untuk
membayangkan film-film di era film bersuara (ini) seperti yang kami buat di era film bisu, mungkin hanya dengan biaya penulis saja (yaitu, biaya untuk seorang sutradara) pembiayaannya.
Seseorang harus menyensor dirinya
sendiri secara sungguh-sungguh, bahkan dalam kasus saya ini, mengadopsi bentuk-bentuk sinema yang membuat saya jijik sekalipun. Semuanya (itu) sekaligus, memaksa kami, mencatatnya sebagai nada yang
berbicara, sebagai pembuatan karya teater kalengan, yang sesungguhnya amatlah sederhana.
Meskipun
sinema Perancis di tahun
1930-an menciptakan beberapa tren yang berbeda, namun sayangnya tidak ada pembuat film Impresionis besar
yang ikut berperan memainkannya dalam penciptaan penting tersebut.
Meskipun sirkulasi film Impresionis sangatlah terbatas di luar negeri, kenyataannya mereka
mempengaruhi para pembuat
film lainnya. Seperti kamera yang
bergerak bebas yang digunakan untuk menyampaikan pengalaman terhadap persepsi karakter, yang hal ini dengan
cepat diambil oleh para
pembuat film Jerman, yang justru
mempopulerkan teknik ini dan mendapatkan
pujian karena telah menggunakannya. Mungkin seniman yang paling terkenal untuk meneruskan
tradisi Impresionis
adalah perancang dan sutradara muda, Alfred Hitchcock, yang terpengaruh akan film-film Amerika, Perancis, dan
Jerman selama tahun 1920-an. Filmnya di tahun
1927, The Ring, dianggap sebagai film
Impresionis,
dan selama kariernya yang panjang, Hitchcock telah menjadi seorang master yang tepat, dengan kekhususannya dalam menggunakan
penempatan kamera, pembingkaian, efek khusus, dan gerakan kamera dalam menyampaikan apa yang dilihat dan dipikirkan oleh karakternya. Subjektivitas karakter telah lama
menjadi elemen pokok penceritaan, dan kaum Impresionis adalah pembuat film yang paling
mengeksplorasi aspek ini dalam film-film
mereka.
Komentar
Posting Komentar