Sergei Eisenstein, merupakan seorang wakil tradisi film formalis yang paling unik. Di satu sisi teori filmnya, terutama tentang montage digolongkan kedalam tradisi formalis yang berusaha untuk mencari medium-medium filmis yang membuat film dapat menjadi seni yang independen. Tetapi disisi lainnya, muatan ideologi yang dibawa dalam teori montage Eisenstein tidak hanya berpijak pada persoalan estetika dari medium filmnya semata.
Selain itu berbeda dengan para teoritikus dari tradisi formalis
macam Rudolph Arnheim dan Hugo Munsterberg, terlihat bahwa pandangan-pandangan
Eisenstein jauh lebih kaya dan lebih kompleks.[1]
Dimana dalam hal ini, ia mengambil referensi yang begitu beragam mulai dari teater
Shakespeare, Charles Dickens, hingga kabuki serta membicarakan banyak hal yang
bervariasi sekali tentang film. Meskipun pandangannya yang elektik dan memiliki
referensi yang beragam untuk dipilih yang paling baik, akan tetapi Eisenstein
tetap memberikan perhatian dengan porsi yang sedikit lebih atas ide-ide Marx
dan Lenin[2],
yang terutama terlihat jelas sekali pada teorinya yang terkenal tentang Intelectual
Montage.
Seperti halnya teoritikus film lainnya yang berbicara tentang
banyak hal yang beragam mengenai film, maka hal yang sama juga akan kita
temukan pada Eisenstein. Pada saat kita membicarakan tentang teori film
Eisenstein, maka kita tidak akan menemukan satu tulisan yang menyeluruh tentang
film dari satu topik saja, akan tetapi begitu banyak hal yang dibicarakan oleh
Eisenstein. Antara lain menulis tentang warna, pendapatnya tentang suara yang
dianggap bisa menghambat penyutradaraan,[3]
dan tanggapannya tentang teater kabuki Jepang yang mempengaruhi teorinya
tentang sinema.
Berdasarkan pertimbangan sangat beragamnya teori-teori film dari
Eisenstein, maka untuk mewakili pembicaraan teori film Eisenstein dipilihlah
teori filmnya yang membicarakan perihal montage. Dimana pada teori montage-nya
tersebut, akan membuktikan bahwa setiap teori film memiliki ideologi dan konsepnya
masing-masing, yang semuanya itu sangat dipengaruhi oleh pandangan hidup dan
minat dari tiap-tiap teoritikus film.
Perhatian yang besar dari Lenin terhadap film, ternyata pada
perkembangan selanjutnya memberikan kontribusi besar terhadap dunia perfilman
itu sendiri pada umumnya dan sinema pada khususnya. Kebijaksanaan yang diambil
untuk mengambil alih kontrol atas industri perfilman, yaitu dengan melakukan
nasionalisasi terhadap industri film di negaranya (Soviet) sebagai akibat dari
pandangan Lenin yang melihat kemampuan luar biasa film sebagai alat pendidikan,
kemudian menghasilkan sekolah film di Rusia.[4]
Dari sekolah film yang kemudian dipimpin oleh Lev Kuleshov itulah
kemudian bermunculan nama-nama seperti Vsevolod Pudovkin dan Eisenstein.
Meskipun pada awal tahun 1920-an sekolah film pertama di dunia itu belum dapat
membuat film, akan tetapi Kuleshov dan murid-muridnya tersebut sudah mulai
menulis esai-esai teoritis tentang bentuk seni baru. Teori-teori tersebut yang
kemudian menjadi dasar dari gaya editing (montage).[5]
Seperti halnya Kuleshov yang memberikan tempat khusus pada
editing, maka begitupun juga halnya dengan Pudovkin dan Eisenstein. Jika
Pudovkin melihat editing sebagai konstruksi, dimana setiap shot ditempatkan
untuk mebangun sebuah scene, hingga metode ini dikenal dengan constructive
editing.[6]
Maka Eisenstein memandang bahwa beberapa shot yang diurutkan dengan cara
tertentu akan menghasilkan suatu arti.[7]
Metode yang dikemukakan Eisenstein tersebut dikenal dengan intellectual
montage, karena memang sangat tergantung pada kemampuan intelektual
seseorang dalam memahami maksudnya.
Baik Kuleshov, Pudovkin dan Eisenstein meskipun memiliki perbedaan
mendasar dalam hal editing, tetapi secara umum tetap menganggap bahwa editing
yang paling utama dalam sinema. Lantas kembali pada tradisi teori film
Formalisme yang memperjuangkan status film sebagai seni, dengan mencari
medium-medium sinema yang khas untuk mengangkat status film dari tingkatan
popular kepada kesenian. Mengapa dalam kasus montage-Soviet jawaban dari
tradisi pemikiran teori film formalis tersebut adalah editing (montage)? Hal
ini tentu tidak terlepas dari ideologi yang dianut oleh Soviet pada masa
Kuleshov, Pudovkin dan Eisenstein.
Montage yang secara pemikiran sangat dekat dengan ajaran
dialektika historinya Marx yang diilhami oleh pemikiran dialektisnya Hegel
berupa tesis-anti tesis-sintesis, lantas diwujudkan menjadi pemikiran dasar
oleh para teoritikus Soviet tersebut.
Bahkan melalui montage juga Eisenstein menilai kegagalan dari
sinema Jepang. Menurut dia sinema Jepang (pada masa Eisenstein) merupakan
contoh kasus permasalahan sinematografi, karena dalam pandangannya sinema
Jepang yang sudah dilengkapi dengan prasarana luar biasa dimana terdapat
perusahaan film, para aktor dan cerita, namun sinema Jepang benar-benar
melupakan tentang arti pentingnya montage. Padahal prinsip montage dapat
dilihat sebagai elemen dasar bagi orang Jepang dalam menggambarkan kebudayaan.
Sebab menulis buat orang Jepang adalah menggambarkan, seperti yang kita ketahui
bahwa sama halnya dengan huruf hieroglyph, tulisan Jepang pun memiliki
prinsip yang sama yaitu menggambarkan sebuah objek berdasarkan gambar
naturalnya.[8]
Dari hal tersebut kita dapat melihat dengan jelas bahwa Eisenstein terlalu
mengukur segala sesuatunya berdasarkan montage semata, yang dalam hal ini
menjadi bukti dari keberpihakannya terhadap ideologi dan konsep-konsep yang
dianutnya.
Selanjutnya dengan mengambil analogi dari konsep hieroglyph,
dimana semua orang yang menggunakannya memerlukan penggabungan dua huruf untuk
dapat menyampaikan suatu konsep kepada orang lain dalam proses komunikasi.
Proses penggabungan huruf-huruf tersebut dikenal dengan ideogram.
Eisenstein memberikan contoh penciptaan konsep baru yang sama sekali berbeda
dengan penggabungan dua huruf hieroglyph, seperti:
ANJING (gambar) + Mulut (gambar) = MENGGONGGONG |
MULUT (gambar) + BURUNG (gambar) = MENYANYI |
dan lain sebagainya. Gabungan dari kedua gambar seperti diatas,
dimaksudkan untuk merepresentasikan sesuatu, hal tersebut inilah yang menurut
Eisenstein disebut dengan montage.[9]
Kedua contoh yang diberikan oleh Eisenstein tersebut memang segera memunculkan
masalah, sebab pada akhirnya orang akan mendapatkan pengertian konsep yang
berbeda-beda karena beragamnya penafsiran masing-masing orang. Masalahnya
adalah disadari atau tidak cara ini hanya berlaku untuk orang-orang yang
memiliki lingkungan ideologi, sosial dan budaya yang sama. Akan tetapi hal ini
juga dapat dipertanyakan kembali dalam penyeragaman penafsirannya, terlebih
lagi dalam konteks sekarang ini dimana universalisme menjadi sebuah persoalan
yang mustahil dalam dunia yang serba plural, atau setidaknya juga tertutup
kemungkinan sebagai bagian dari agenda untuk menyeragamkan semua umat manusia.
Jika kita berbicara dalam kerangka teori montage dari Eisenstein, artinya
adalah mengkomunikasikan seluruh dunia hingga berada dalam satu ideologi saja
dan pemaksaan penafsiran.
Disamping itu, yang juga merupakan salah satu bagian yang paling
vital dari ajaran Karl Marx adalah mengenai konflik. Pada montage itulah
konflik diciptakan, maksudnya tiap-tiap shot itu pada hakekatnya saling
dipertentangkan antara satu sama lainnya, kemudian hasil konflik tersebut akan
menimbulkan konsep. Dalam hal ini film pada dasarnya terbentuk secara
keseluruhan melalui konflik.
Jika kita mencoba untuk mengingat Marx kembali yang menginginkan
terwujudnya surge di dunia melalui terciptanya masyarakat komunis. Dimana
caranya adalah melalui pertentangan kelas yang menciptakan konflik, hingga
terwujudnya masyarakat komunis dengan tumbangnya kapitalisme oleh sosialisme,
maka tendensinya adalah jelas bahwa konflik itu menjadi kunci untuk mencapai
kemajuan.
Dari teori film Eisenstein tersebut, kita mendapatkan gambaran
mengenai sebuah konsep pemikiran yang dibangun dengan setia berpegang pada
suatu ideologi tertentu yang diyakini kebenarannya oleh para pendukungnya.
Tampak dengan sangat jelas bahwa Eisenstein menjadi pengikut yang setia atas
ajaran-ajaran Marx.
[1] Andrew, Dudley, Major Film Theories. Oxford University Press:1976.
[2] Ibid Andrew.
[3] Eisenstein, Sergei, V.I. Pudovkin, G.V. Alexandrov. A Statement on the Sound Film. In Film Form by Sergei Eisenstein. New York: Meridian Books. 1957
[4] Bordwell, David & Kristin Thompson. Film History, in Film Art: An Introduction. Mc. Graw-Hill: 1993. Fourth Edition
[5] Ibid, Bordwell.
[6] Pudovkin, V.I. On Editing. In Film Theory and Criticism. Edited by Gerald Mast & Marshall Cohen. New York: Oxford University Press. 1979.
[7] Eisenstein, Sergei. Film Form. New York: Meridian Books. 1957
[8] Eisenstein, Sergei. The Cinematographe Principle and The Ideogram. In Film Theory and Criticism. Edited by Gerald Mast & Marshall Cohen. New York: Oxford University Press. 1979.
[9] Ibid, Eisenstein.
Komentar
Posting Komentar