Istilah-istilah
yang kita pilih untuk memberi label terhadap suatu hal tertentu sering kali
memberi-tahukan kita lebih banyak tentang sikap dan stereotip kita sendiri
daripada tentang objek yang sedang dipertimbangkan. Misalnya, seni dari budaya yang
berasal dari luar tradisi Barat (seperti seni tradisional Afrika atau Kepulauan
Pasifik) pernah disebut sebagai "Seni Primitif", yang menyiratkan
bahwa kualitasnya lebih rendah daripada seni "halus" atau
"tinggi" Eropa. Tetapi sementara itu —seperti halnya dalam kasus ini—
label semacam itu bisa disalah-gunakan, karena mereka tetap bisa mencerminkan penilaian
atau nilai budaya dan terkadang mengarah pada cara mengidentifikasi, mengkategorikan,
dan memahami seni
Tidak ada definisi yang secara sederhana,
yang memungkinkan kita membedakan siapa yang seniman dan siapa yang bukan. Jika
kita mengambil pandangan global, tentunya kita tidak bisa mendefinisikan
seorang seniman dengan apa yang telah dia buat. Dalam budaya Barat selama
beberapa periode sejarah, khususnya sejak Renaisans,
lukisan dan patung dianggap sebagai kategori seni yang paling penting
("seni tinggi"), sementara yang lainnya, seperti keramik
dan furnitur, pernah dianggap sebagai seni yang kurang penting. Istilah
kerajinan biasanya diterapkan pada karya semacam itu, dan pembuatnya dianggap
kurang terampil atau berstatus lebih rendah daripada pelukis dan pematung. Perbedaan
ini muncul sebagian karena biaya pembuatan lukisan yang bagus atau patung
marmer yang diukir dengan indah itu terbilang tinggi. Oleh karena itu,
hal-hal tersebut menjadi simbol status orang kaya dan juga para penguasa yang
memiliki kekuasaan. Dalam budaya lain, kepentingan ini sangatlah relatif dalam
memandangnya dari berbagai bentuk seni yang sangat berbeda. Orang-orang Peru
kuno memberi nilai khusus pada wol (ketrampilan kriya), dan mereka yang membuat
tekstil wol yang halus kemungkinan besar dianggap terampil seperti pelukis di
masyarakat kita. Di Cina seni kaligrafi
(huruf yang dilukis dengan elegan) dianggap sebagai salah satu bentuk seni
tertinggi.
Gambar 1
Sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Portrait_of_Eleanor_of_Toledo
Seni
rupa biasanya mengacu pada karya seni (dalam hal ini biasanya ke lukisan,
gambar, pahatan-pahatan, dan terkadang cetakan) yang dibuat dengan keterampilan
dan imajinasi kreatif agar enak dipandang atau indah dipandang. Ketika seniman
Italia Agnolo Bronzino (1503–1572) melukis potret Eleonora dari
Toledo dan putranya Giovanni (Gbr 1), dia jelas bertekad untuk
mendemonstrasikan keterampilannya yang luar biasa dalam potretnya yang mewah untuk
istri Duke of Florence yang berkuasa ini, Cosimo de' Medici, yang merupakan pelindung
atau penyokong seni
yang hebat. Gaun Eleonora, yang begitu mewah sehingga harganya lebih mahal
daripada lukisan itu sendiri, digambarkan dengan sangat hati-hati sehingga
tekstur sulamannya hampir bisa dirasakan. Eleonora, dengan kulitnya yang
sempurna dan kecantikannya tanpa cela, tenang dan menyendiri, dengan tangannya
yang diletakkan di bahu putranya yang masih kecil untuk
menarik perhatian kita kepadanya. Bocah laki-laki, yang ditakdirkan untuk
menjadi adipati yang kuat seperti ayahnya, sama-sama serius dan tenang,
sebagaimana layaknya orang berstatus tinggi. Melihat lukisan ini kita dapat
melihat bahwa Bronzino ingin kita mengagumi keahliannya dalam menghasilkan
contoh seni rupa terbaik yang menyampaikan rasa kekayaan dan kekuasaan yang
hidup.
Secara
historis, seni grafis (yang dibuat dengan metode yang memungkinkan untuk dapat reproduksi
dengan banyak salinan dari gambar yang sama) dianggap kurang penting, dan
mungkin kurang berhasil, dibandingkan dengan seni rupa. Sementara lukisan potret
Bronzino itu unik, dibuat untuk satu pelindung seni yang kuat, dan juga
ditujukan hanya untuk dilihat oleh audiens tertentu, sedangkan karya seni
grafis dibuat bagi banyak orang sehingga dalam pengertian itu dikatakan jauh lebih
demokratis, yang dianggap sebagai kelebihan dan keuntungannya oleh banyak seniman
dan audiens. Seni grafis mencakup berbagai media
seperti: buku, majalah, poster, iklan, papan nama, televisi, layar
komputer, dan media sosial.
Gambar 2
Sumber: https://turbologo.com/articles/fedex-logo/
Desain
grafis adalah seni komersial yang intinya adalah komunikasi.
Kesederhanaan logo
yang dibuat pada tahun 1994 untuk mengidentifikasi merek global perusahaan
logistik FedEx (Gbr 2) kontras dengan kemewahan yang rumit dari Eleonora karya Bronzino.
Perancang, Lindon Leader, menemukan bahwa nama perusahaan pada saat
itu, Federal Express, memberi kesan kepada pelanggan bahwa perusahaan itu hanya
beroperasi di Amerika Serikat, bukan secara internasional. Selain itu, semua
orang menyebut perusahaan itu hanya FedEx. Tugasnya sebagai pemimpin adalah
merancang logo yang dapat digunakan pada label paket, iklan, truk, dan pesawat
untuk mengidentifikasi FedEx sebagai organisasi global yang dinamis. Solusinya
adalah desain yang mempertahankan warna (sedikit dimodifikasi) dari logo yang
ada, tetapi mempersingkat nama perusahaan menjadi FedEx. Jenisnya diatur
sedemikian rupa sehingga ruang putih antara huruf E dan huruf x membentuk panah
putih yang menunjukkan kecepatan dan ketepatan.
Desainnya
sangat sederhana tetapi kita harus berhati-hati untuk sebaiknya janganlah
berasumsi bahwa itu membutuhkan keterampilan dan usaha yang jauh lebih sedikit
daripada potretnya Bronzino. Logo tersebut tidak melibatkan kemahiran yang sama
secara teknis seperti halnya realisme yang detail pada lukisan cat minyak,
atau kemampuan Bronzino untuk mengomunikasikan karakter manusia. Tetapi Leader
dan rekan-rekannya telah membentuk kelompok yang fokus untuk meneliti kesan
publik terhadap perusahaan dan mengembangkan sekitar 200 konsep sebelum mereka
menentukan desain yang mereka pilih. Kemudian mereka membuat prototipe pesawat,
van, dan truk untuk mengujinya. Logo Leader telah memenangkan lebih dari empat
puluh penghargaan desain. Namun, ada satu perbedaan penting antara kedua karya
tersebut. Tujuan logo adalah untuk mengidentifikasi perusahaan dan menjual
layanannya. Sedangkan lukisan potret Bronzino dibuat untuk
menyenangkan pelindung individu, selain itu logo FedEx dimaksudkan untuk
berkomunikasi dengan pemirsa di seluruh dunia.
Ketika
kita melihat sebuah karya seni yang dibuat oleh seorang seniman, kita sering
berasumsi bahwa karya tersebut diciptakan sepenuhnya dari ide dan inspirasi
seniman itu sendiri. Tetapi seni adalah bagian dari konteks
yang lebih luas dari hal-hal yang kita alami: budaya
visual tempat kita hidup, yang mencakup semua gambaran yang kita jumpai dalam
hidup kita. Pikirkan tentang berapa banyak gambar yang Anda lihat dalam
perjalanan ke kelas hari ini. Mereka akan memasukkan rambu lalu lintas, papan
reklame pinggir jalan, dan logo bisnis di sepanjang jalan raya. Begitu Anda
tiba di kampus, Anda akan melihat poster yang memberi tahu Anda tentang acara
yang akan datang, logo kedai kopi, dan peta yang mengarahkan Anda ke tempat
kelas berlangsung. Kemudian pandangan sekilas ke ponsel cerdas atau email Anda
mengungkapkan lebih banyak iklan, semuanya meminta perhatian Anda. Kita hidup
di, dan menanggapi, dunia gambar, dan demikian pula para seniman, baik di Mesir
kuno, Italia abad keenam belas, atau Amerika abad kedua puluh satu. Dengan kata
lain, seni
mencerminkan budaya di mana ia diciptakan, bukan hanya pencapaian kreatif
pembuatnya.
Gambar 3
Sumber: https://smarthistory.org/el-anatsui-old-mans-cloth-2/
Seniman
kontemporer El Anatsui (1944) membuat karya seni yang mengacu
pada sejarah kolonial Afrika dan dampak konsumerisme modern terhadap
nilai-nilai budaya. Old Man’s Cold (Kain Pak Tua, lih gbr 3) terbuat
dari bagian atas botol minuman keras yang dibuang. El Anatsui memilih tutup
botol sebagai materi bahan pada karyanya karena para pedagang Eropa menukar
alkohol dengan barang-barang Afrika. Selain itu para budak dikirim dari Ghana
ke perkebunan gula di Karibia; kemudian rum dikirim dari sana (Karibia) kembali
ke Afrika. Tutup botol El Anatsui ini, dengan demikian mengingatkan kita pada
perdagangan budak, serta menyoroti cara konsumerisme modern dalam membuang
limbah. Pada saat yang sama, penggunaan desain tradisional oleh seniman
menunjukkan kekuatan abadi sekaligus juga sebagai kerapuhan budaya Ghana.
Komentar
Posting Komentar