KAMERA SEBAGAI SENSASI

Periode awal sinema yang ditunjukkan oleh Lumiere Bersaudara –Louis dan Auguste-, sinema hanyalah sebuah tontonan yang merupakan hasil dari perekaman gambar –belum sebagai perekaman suara sekaligus- dan menjadi sebuah sajian tontonan sensasi semata. Bagaimana secara teknis, kamera hanya ditempatkan pada posisi tertentu, kemudian kamera on, setelah itu kamera bekerja untuk merekam peristiwa yang berlangsung dan dibatasi oleh frame sebagai visual (expose). Perekaman gambar dengan kamera cinematographe yang ditempatkan pada sebuah tripod yang kaku, yang tidak memungkinkan kamera untuk berputar dan mampu untuk pan atau tilt dalam menciptakan gambar. Dengan demikian gambar yang dihasilkan adalah still, yakni gambar diam, karena kamera tidak bergerak.

Selain itu pengaruh teknis lainnya dalam perekaman ini adalah terbatasnya stok seluloid dalam menciptakan visual, dimana stok seluloid pada saat itu hanya pita seluloid yang cukup untuk merekam peristiwa dalam waktu sekitar 3 sampai 4 menit dalam sebuah rol film (ini dapat dilihat pada 10 film awal yang diproduksi oleh Lumiere, seperti halnya Workers Leaving the factory atau Arrival of a Train at a Station,di 1895), dan ini sepenuhnya digunakan dalam merekam peristiwa, yang kemudian film yang telah digunakan tersebut (telah expouse) disambungkan dengan rol berikutnya yang juga telah digunakan, sehingga keseluruhan film dapat mencapai sekitar 20 menit durasinya sebagai tontonan film.

Rekaman gambar atau film yang dihasilkan oleh Lumiere Bersaudara, memperlihatkan bagaimana kamera ditempatkan pada tertentu, statis. Kemudian subjek ataupun objek dibiarkan melintas, bergerak, diam dan aksi-aksi yang lainnya didepan kamera. Terkesan bahwa kamera layaknya mata seorang penonton yang sedang menyaksikan sebuah pertunjukkan panggung. Peristiwa tersebut menandakan bahwa film masih dipengaruhi oleh teater, yang pada masa itu, seni pertunjukkan ini sangatlah eksklusif didalam pandangan masyarakat Eropa. Begitulah yang terjadi pada periode awal dari sinema ini.
Namun seorang operator kamera yang bekerja untuk Lumiere, yaitu Eugene Premio, di tahun 1896 menghasilkan visual dari perekaman yang inovatif, dimana kamera diletakkan pada pada sebuah kapal yang bergerak. Sehingga menghasilkan gambar yang bergerak seperti halnya pada gerak kamera yang dikenal dengan pan (panoramic)[1] ataupun track.

Operator Lumiere, Eugene Promio banyak mempengaruhi pembuat film di awal-awal sinema dengan menempatkan kamera di kapal bergerak untuk membuat merekam gambar sebagai kebutuhan film-filmnya, termasuk Egypte: Panorama des Vusi du Nil ("Mesir: Panorama dari Bank Sungai Nil," 1896).[2]

Menurunnya pendapatan yang dihasilkan sinema bagi Lumiere, menyebabkan mereka mulai melakukan inovasi bisnis yang tidak hanya berorientasi pada hasil penjualan film yang dibuatnya, tetapi juga melakukan penjualan kamera cinematographe di tahun 1897, yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh Lumiere Bersaudara. Dengan peristiwa ini maka sensasi perekaman gambar pun dimulai.
Sensasi sinema yang ditunjukkan oleh cinematographe pada akhirnya menyebar sampai ke Inggris. Sama seperti halnya film yang dihasilkan Lumiere di Prancis, di Inggris film-film yang dihasilkan juga merupakan hasil dari perekaman gambar dengan teknis yang sama. Namun yang lebih popular di Inggris adalah menggabungkan beberapa gambar dalam satu rol film (super impouse)[3]. Kemudian disekitar tahun 1897, Robert William Paul membuat film dengan tehnik seperti halnya perekaman gambar dalam warta berita, yakni film yang terdiri atas beberapa shot-shot pendek. Operator kamera hanya akan memulai dan menghentikan perekaman gambar pada kamera hanya untuk merekam terhadap tindakan-tindakan yang berupa potongan atau cuplikan (highlight) yang dinginkannya saja (seperti halnya edit by cam).[4]

Sedangkan trik yang dilakukan oleh George Melies, seorang pesulap Prancis, pada filmnya The Vanishing Lady, 1897, yaitu menghentikan perekaman yang dilakukan kamera terhadap seorang lady, dan kemudian mengubah lady menjadi sebuah kerangka, lalu kamera merekam kerangka tersebut. Trik tersebut kemudian menjadi lebih popular saat digunakan Melies pada film fantasinya yang berjudul Trip to The Moon. Pengembangan beberapa sensasi dari perekaman gambar terus dilakukan, termasuk oleh Ferdinand Zecca, yang melakukan perekaman seorang wanita dengan menciptakan trik seperti mengintip dari lubang sebuah teleskop (1901).


Salah satu trik yang dilakukan Zecca, di periode awal sinema dan film agak bersifat cabul, “Scenes from Balcony” memperlihatkan seorang pria yang melihat melalui teleskop, diikuti oleh shot seorang wanita membuka baju, yang memberikan kesan pria tersebut sedang melihat wanita.[5]

Perihal uraian diatas tersebut yang telah menjadikan kamera hanya sebagai sebuah eksploitasi untuk menciptakan sensasi pada akhirnya berujung dalam film The Great Train Robbery yang merupakan karya sutradara Amerika, Edwin S. Porter. Bagaimana perekaman gambar merupakan serangkaian shot yang berhubungan. Film dihubungkan antara shot yang satu dengan shot yang lainnya (editing).

film The Great Train Robbery

Menariknya serangkaian shot yang diberikan Porter, merupakan penjelmaan dari skenario yang juga ikut berkembang didalam menghadirkan cerita didalam film. Perhatikan potongan skenario dari The Great Train Robberry berikut ini:


1  INTERIOR OF RAILROAD TELEGRAPH OFFICE.

   Two masked robbers enter and compel the operator to get the
   "signal block" to stop the approaching train, and make him
   write a fictitious order to the engineer to take water at
   this station, instead of "Red Lodge," the regular watering
   stop. The train comes to a standstill (seen through window
   of office); the conductor comes to the window, and the
   frightened operator delivers the order while the bandits
   crouch out of sight, at the same time keeping him covered
   with their revolvers. As soon as the conductor leaves, they
   fall upon the operator, bind and gag him, and hastily depart
   to catch the moving train.

2  RAILROAD WATER TOWER.

   The bandits are hiding behind the tank as the train, under
   the false order, stops to take water. Just before she pulls
   out they stealthily board the train between the express car
   and the tender.[6]


Peristiwa-peristiwa didalam film Porter tersebut, merupakan rangkaian dari beberapa shot yang diambil saat perekaman gambar berlangsung (shooting). Tayangan peristiwa ini sudah menggambarkan bahwa, film mengenal akan rangkaian gambar yang disambung antara shot yang satu dengan shot yang lainnya.

Pada film ini, yang perlu diperhatikan dan sangat penting adalah ditampilkannya adegan seorang tokoh yang mengarahkan pistol dan menembak kearah kamera. Adegan ini berdampak sangat positif bagi eksistensi film. Tokoh yang mengarahkan pistol tersebut, seakan-akan mengarahkannya kepada penonton. Dengan shot yang dibuat oleh Porter tersebut, kamera tidak hanya sekedar sebagai alat perekaman gambar saja, melainkan lebih dari sekedar hal tersebut, bahwa kamera dapat menyebabkan dampak psikologis yang berkaitan dengan cerita serta penonton. Perihal ini pula yang dianggap sejumlah kalangan menyebutkan bahwa sinema telah lepas dari pengaruh teater.

Pada akhirnya, perlu kiranya langkah-langkah yang menjadi syarat didalam mengambil sebuah shot menjadi suatu keharusan atau mutlak untuk diketahui. Langkah-langkah tersebut ini yang dikenal dengan CAMERA SET UP.


















[1] Thompson, Kristin and David Bordwell, Film History An Introduction. Second Edition. 2003
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Ibid

Komentar