Dinginnya Montage Menghangatkan Film

Kulhesov Effect
(gambar Curator Magazine)


“Dari semua seni, untuk kami sinema adalah yang terpenting, “Dari semua seni, untuk kami sinema adalah yang terpenting…”[1] demikian kata Lenin pada tahun 1922. Lenin melihat bahwa film merupakan media yang sangat ampuh untuk pendidikan dan juga propaganda. Guna membuktikan ucapannya Lenin harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit agar bisa membuat film.  Pertama, didirikannya laboratorium film –tempat penelitian film, sekaligus juga pabrik actor, yang kemudian Lenin memanggil seorang seniman pada masa itu bernama Lev Kuleshov, sayangnya Lenin tidak memiliki dana yang cukup untuk memproduksi film, ia pun hanya membeli dua film dari D.W. Griffith yaitu The Birth of A Nation (3 jam lebih) dan Intolerance (22 menit), merupakan film-film yang fenomenal pada saat itu.

Film-film awal yang disokong oleh pemerintah adalah jenis film dokumenter dan berita-berita pendek seperti seri-seri berita pendek Kino-Pravda buatan Dziga Vertov yang dimulai tahun 1922. Tidak ada satu orang pun dari sutradara-sutradara pendukung Soviet Montage movement berasal dari industri film pra revolusi. Semuanya berasal dari latar belakang yang jauh berbeda.

Kekuatan dan kreatifitas para sineas Soviet – Rusia sekarang, ada pada teori atau metode editingnya atau lebih dikenal dengan montage yang mempengaruhi film dunia. Lev Kulhesov, Vsevolod Pudovkin, dan Sergei Eisenstein adalah orang yang berada dibalik pemikiran dari Soviet Montage, disamping juga ada Dzirga Vertov dan Alexander Dovzhenko.



Lev Kulhesov

Berdirinya Sekolah Film Pertama di dunia di Rusia –sekarang bernama VGIK, menempatkan Lev Kuleshov sebagai orang yang dipercaya untuk memimpin sekolah tersebut. Bersama muridnya Vsevolod Pudovkin, melakukan penelitian terhadap dua film Griffith yang dibeli Lenin. Awalnya mereka hanya memutar-mutar film dan menontonnya, mereka pun merasa yakin mampu untuk membuat film. Namun karena tidak memiliki dana yang cukup untuk memproduksinya, membuat mereka frustasi dan memotong-motong film untuk mencari keistimewaan dari film Griffith, tapi mereka tidak menemukan hal yang spesial. Film yang telah dipotong-potong itu kembali ditonton, namun tetap tidak ditemukan sesuatu yang spsesial. Pada akhirnya mereka menyambung kembali potongan film, secara acak, dan alangkah terkejutnya saat film yang telah disambung tersebut ceritanya jadi berantakan. Kuleshov pun meyakini bahwa kekuatan film The Birth of A Nation ada pada jukstaposisi pada gambarnya, yaitu jenjang urutan shot-shot di dalam film yang memiliki keterikatan satu dengan yang lainnya.

Untuk membuktikan pendapatnya tentang jukstaposisi, di tahun 1918, Kuleshov mencoba membuat eksperimen. Dia mengambil sebuah shot tunggal dari perusahaan film yang telah ditinggal oleh pemiliknya, dan aktor tanpa ekspresi dalam shot tersebut bernama Ivan Mozzhukhin. Lalu Kuleshov juga mengambil shot yang lain untuk eksperimennya, seperti shot semangkuk sup panas, shot peti mati dan shot anak-anak yang sedang bermain di taman. Selain keempat shot itu, ia juga mengumpulkan shot wajah seorang perempuan, shot telinga, shot mata, shot hidung dan shot bibir dari sumber yang sama sekali berbeda.

Pada eksperimen pertama, Kuleshov menyambung shot wajah Mozzhukhin dengan shot semangkuk sup panas. Kedua dia melakukan hal menyambungkan shot wajah Mozzhukhin dengan shot peti mati dan yang terakhir, terakhir shot wajah Mozzhukhin dengan shot anak-anak yang sedang bermain. Kemudian ia mempertontonkannya kepada khalayak. Eksperimen pertama mendapat tanggapan dari penontonnya bahwa Mozzhukhin sedang lapar. Eksperimen keduanya, penonton menganggap Mozzhukhin sedang bersedih. Sedangkan yang ketiga penonton mengartikan bahwa Mozzhukhin laki-laki tersebut sedang bergembira. Disamping itu juga, Kuleshov mencoba menyambung secara berurutan kelima shot yang lain yaitu shot wajah seorang perempuan, shot telinga, shot mata, shot hidung dan shot bibir, dan setelah dipertontonkan, banyak yang menganggap bahwa mata, telinga, bibir dan hidung itu adalah milik wanita di shot pertama.

  Eksperimen yang dilakukan oleh Kuleshov menunjukkan fungsi serta efektifitas dari kerja editing, dan efek editing yang dihasilkan dari eksperimen tersebut dikenal dengan Kuleshov Effect. Kuleshov sampai pada kesimpulannya, bahwa sinema berisi fragmen-fragmen dan penggabungan dari fragmen-fragmen, jadi menurutnya bukan isi dari gambar (shot) yang penting namun adalah kombinasinya. Sebuah shot tidak dapat berdiri sendiri, tapi membutuhkan shot lain agar memiliki makna. Oleh karena itu jukstaposisi menjadi sangat penting, karena kemampuannya dalam menghasilkan suatu dampak tertentu. Sinema merupakan salah satu bentuk seni, dan untuk dapat memenuhinya sebagai bentuk seni ini maka ada dua syarat yang dibutuhkannya, yaitu materi (shot) dan metode kreatif (montage atau editing). Bahkan Kuleshov juga mengungkapkan sebuah teori dasar dari penggunaan aktor non profesional di dalam film, kalau ia percaya akting tradisional sudah tidak diperlukan, karena aktor dipakai hanya sebagai materi “mentah” yang dapat digabungkan dengan gambar yang lain. Gabungan gambarlah yang menimbulkan emosi pada penonton. Penonton terbawa emosinya dan berbeda reaksinya setiap kali pergantian gambar dilakukan. Pada setiap kasus, makna atau arti dapat tercapai dengan menggabungkan dua shot bukan satu shot. Emosi yang timbul bukan dari akting Mozhukin melainkan akibat dari penggabungan gambar. Ketika seorang sutradara mampu menggabungkan gambar dengan tepat maka penonton sendiri yang memberikan makna terhadap gambar tersebut.



(gambar slideshare)


Vsevolod Pudovkin

Tahun 1920 Vsevolod Pudovkin yang memiliki latar belakang kimia, atau lebih dikenal sebagai Pudovkin, memulai debut aktingnya di pertunjukan sekolah seni Kuleshov. Ia juga dikenal sebagai salah satu murid yang terlibat dalam eksperimen yang dilakukan Kuleshov. Terinspirasi atas film Griffith yang berjudul Intolerance yang baru pertama kalinya ditonton serta pengaruh dari gurunya, Kuleshov, ia pun menjadi pembuat film Rusia – dulu Uni Sovyet– pada tahun 1919. Pudovkin mengembangkan teori yang berbeda dalam editing yaitu konstruktif editing, ia menginginkan montage tidak terlalu menonjol pada editing itu sendiri dan harus selalu digunakan untuk mendukung cerita film. Konstruktif editing Pudovkin ini sangatlah beralasan mengingat pada masa itu di Rusia, sedang berkembang satu aliran seni yang disebut constructivism, dimana aliran ini  mencoba mendudukan bahwa apa yang akan dilihat dan dirasakan oleh audiens haruslah dapat dibangun.

Dalam tulisannya ia banyak menjelaskan teknik-teknik editing yang digunakan Griffith namun dalam beberapa hal ia berbeda dengan Griffith. Griffith seringkali menggunakan close up, yang menurut Pudovkin hal tersebut terlalu sempit. Ia beranggapan close up Griffith, hanya sebatas klarifikasi dari long shot, long shot-lah yang menurutnya lebih banyak memberikan makna. Close up hanya sebatas interupsi dan tidak mempunyai makna atau arti secara individual. Menurutnya setiap shot harus mempunyai makna yang baru, apabila shot digabungkan dengan shot-shot lain atau gambar-gambar lain, sehingga terciptanya makna atau arti yang baru. Dengan menggunakan close up lebih banyak dari Griffith, Pudovkin membangun adegan dari shot-shot yang terpisah yang semuanya ia susun menjadi satu kesatuan. Long shot jarang sekali ia gunakan, namun Pudovkin sering menghadirkan close up berupa benda yang mampu memberikan makna atau arti yang diperlukan bagi penontonnya. Penggabungan gambar mampu menggambarkan atau mengekspresikan kondisi emosional atau psikologis bahkan ide-ide abstrak.

  Setelah melakukan eksperimen bersama Kuleshov, Pudovkin pun berpendapat, bahwa sebuah film seharusnya dapat melibatkan emosi penonton, sehingga penonton bukan hanya mendapatkan informasi, melainkan juga aspek emosinya terbangun. Ia pun memperlihatkan bahwa adegan-adegan dalam film sesungguhnya dapat dibangun untuk memberi penekanan pada aspek dramatiknya. Pudovkin mencontohkan seseorang yang terjun dari atap gedung dimana bila harus menggunakan proses yang sebenarnya, adegan itu mustahil dibuat. Lalu ditawarkannya suatu metode yang dapat melibatkan emosi penonton dengan terlebih dulu membangun emosi penonton itu sendiri (dikonstruksi). Ia memberikan contoh orang yang melompat dari gedung, dalam pembuatan adegan ini bertujuan agar muncul rasa ngeri pada penonton, maka urutan dari shot-nya (Decoupage shot) sebagai berikut; Pertama Extreme Long Shot si A di pinggir atap gedung; kedua Extreme Close Up kaki si A di bibir atap gedung; ketiga Extreme Close Up keringat menetes di wajah si A yang berkeringat; keempat Extreme Long Shot boneka pengganti si A dijatuhkan; kelima Full Shot si A terkapar dan bersimbah darah di jalan.

Menurut Pudovkin, setiap shot dapatlah dibuat atau diproduksi dimanapun, karena yang terpenting adalah mengkonstruksi gambar ketika diedit, karena selain harus percaya, penonton juga harus merasakan suasana dan nuansanya. Oleh karena itu ia menyebut metodenya dengan istilah Constructive Editing. Pudovkin sependapat dengan Kuleshov, bahwa sebuah sequence menurutnya bukan difilm-kan namun dikonstruksi (dibangun). Shot-shot menurutnya harus disusun sama seperti kita menyusun batu bata dalam membangun rumah. Metode ini memang dianalogikan oleh Pudovkin seperti sebuah rumah, di mana rumah adalah film; atap, tembok, pondasi adalah sequence; pintu, jendela, tiang adalah scene; dan paku, kayu, semen, batu bata adalah shot-nya. Metode Pudovkin dapat terlihat dalam film-filmnya seperti Mother (1926) dan End of St. Petersburg (1927) yang teknik editingnya hampir serupa dengan gaya teknik editing (crosscutting) yang dikembangkan Griffith.

Dalam Mother (lihat gambar) yang merupakan karya masterpiece-nya, Pudovkin mampu menerapkan teori-teorinya. Mother berkisah seorang ibu yang secara naif gagal memahami kenapa anaknya bergabung dengan para pemberontak, baru setelah anaknya dihukum penjara (adanya ketidak-adilan) ia baru memahami pentingnya revolusi, sang ibu bergabung dengan massa untuk mengeluarkan orang-orang, termasuk anaknya dari penjara. Dalam film ini adalah teknik editingnya dan bukan plot-nya yang membuat film ini begitu mengesankan. Para aktor yang ada di film ini tidak “benar-benar” berakting namun konteksnya yang membawa emosi penonton. Pudovkin mampu menggunakan editing untuk menggambarkan kondisi psikologis atau mental karakternya. Pada saat sang ibu sedang bersedih karena ditinggal suaminya, wajah close up sang ibu dipotong oleh gambar lantai kayu dimana sang anak menyembunyikan senjata-senjatanya lalu dipotong lagi ke gambar close up wajah sang ibu (ekspresi sama). Gabungan shot tersebut mampu menunjukkan kecemasan sang ibu akan kehilangan anaknya juga, karena anaknya menyimpan senjata untuk kaum pemberontak.


Film October by Eisenstein
(gambar warrior-flighter blogspot.com)


Sergei Eisenstein

Eisenstein berlatar belakang teknik dan di tahun 1920 bekerja di Agit Trains yang membawa propaganda untuk para tentara di perang sipil melalui berita dan film-film dokumenter. Ia kembali ke Moskow tahun itu juga dan bermain di teater. Sebenarnya Eisenstein adalah salah seorang yang direkrut oleh Lev Kuleshov dalam rangka mengembangkan laboratorium filmnya. Ternyata Eisenstein malah menjadi salah satu “lawan” kuat Kuleshov terutama dari teori-teori yang dikemukakan oleh Pudovkin. Secara tegas Eisenstein mengritik Pudovkin yang dianggapnya hanya berkutat pada cara untuk membuat penonton sadar dan ikut terbangun emosinya, karena buat dirinya penonton seharusnya juga dibangun aspek intelektual atau pemikirannya, bukan hanya sekedar emosinya saja. Pemikiran Eisenstein ini sesuai dengan ideologi Marxisme yang dianut Soviet negaranya, terutama Dialektika Materialisme, dan dari pemikirannya tersebut muncullah teori konflik, dimana sebuah pemikiran (tesis) harus dibenturkan dengan pemikiran lain (antitesis) akan memunculkan pemikiran baru (sintesis).

            Namun Eisenstein juga sependapat dengan Kuleshov dan Pudovkin bahwa montage adalah dasar atau pondasi utama dari seni sinema. Prinsip teori Eisenstein diambil dari Huruf hieroglyph dalam bahasa Mesir Kuno, di mana bila satu gambar disandingkan dengan gambar lain, maka akan menghasilkan makna lain. Atau juga dapat dilihat tulisan orang Tiongkok atau Jepang yang dikenal sebagai elemen dasar dalam menggambarkan kebudayaan. Sebab menulis buat orang Jepang adalah menggambarkan, tulisan Jepang pun memiliki prinsip yang sama yaitu menggambarkan sebuah objek berdasarkan gambar naturalnya.[1] Begitu pula dengan shot, bahwa shot-shot harus ditabrakan (collision) seperti halnya memecahkan batu-bata (bukan disusun) sehingga menimbulkan makna yang sama sekali berbeda. Shot bukan dihubungkan seperti pendapat Kuleshov dan Pudovkin namun di-konflikkan satu sama lain. Konflik antara dua shot, shot A + shot B bukan AB (seperti Kuleshov dan Pudovkin) melainkan shot A + shot B adalah C, menghasilkan ide yang sama sekali baru. Transisi antar shot bukan mengalir seperti halnya Pudovkin namun harus tajam, mengagetkan bahkan kasar. Eisenstein menginginkan filmnya sama sekali lepas dari kontinuitas atau konteks yang literal. Ia menganggap Kuleshov serta Pudovkin terlalu dikekang oleh realisme. Teori Eisenstein ini ini dikenal dengan Collision Montage.


Tulisan Tiongkok
Collision Montage
            = Pintu
           = Besar, kuat
大門        = Pintu
門大        = Para lelaki
Anjing
+
Mulut (gambar)
=
MENGGONGGONG





Mulut
+
Burung
=
BERNYANYI



Eisenstein menginginkan film harus lebih fleksibel seperti halnya literatur khususnya dalam memakai simbol-simbol pembanding tanpa memperhatikan konteks ruang dan waktu. Film harus memasukkan gambar-gambar yang secara tematik atau metaforik relevan. Dalam filmnya Strike! (yang rilis tahun 1925). Pada adegan klimaks, ketika tentara mengejar serta menembaki secara membabi buta para demostran, Eisenstein memasukkan gambar adegan kerbau yang sedang dipotong. (lih. gb.) Adegan ini secara tema sama sekali tidak berhubungan dengan cerita dalam film namun adegan ini tidak bisa dilihat secara literal namun metafora sebagai unsur pembanding. Secara metafora adegan tentara yang sedang menembaki para demostran sama dengan adegan penjagalan kerbau atau dengan kata lain tentara menjagal para demostran dengan cara yang tidak manusiawi (sadis). Dalam October (1927), Eisenstein menggabungkan gambar pemimpin revolusioner dengan gambar burung peacock sebagai simbol kesombongan sang pemimpin.

Pada Bronenosets Potemkin di tahun 1925, Eisenstein dengan menggunakan teknik yang sama, memperlihatkan saat meriam ditembakkan dipotong disambungkan dengan tiga buah gambar singa, seakan menunjukkan bangkitnya jiwa revolusi. “The very stones roar”, singa yang sedang tertidur itupun mengaum. Sequence Odessa Steps pada film Potemkin adalah adegan yang seringkali  menjadi pembicaraan. Sequence dimana Eisenstein mampu mengilustrasikan sekaligus mempraktekkan teori collision montage-nya didalam film, dimana kemampuannya dalam menggabungkan putih dengan hitam (gelap dengan terang), garis vertikal dengan horisontal, shot pendek dengan shot lama, close up dengan long shot, kamera statis dengan kamera bergerak dan seterusnya, diperlihatkannya.



[1] Eisenstein, Sergei. “The Cinematographe Principle and The Ideogram. In Film Theory and Criticism”. Edited by Gerald Mast & Marshall Cohen. New York: Oxford University Press. 1979.



[1] Bordwell, Kristin Thompson and David. “Film History an Introduction”, 2nd ed (6:123). McGraw-Higher Education New York, 2003.

Komentar