Film yang Sebenarnya

Gambar: capture Movie Begins by Film Preservation Associates and The British Film Institute

Bioskop pertama berbentuk teater pertunjukkan memutar film secara mandiri, lepas dari hiruk-pikuk pasar malam, dilakukan di Paris pada tahun 1897. Sedangkan di Amerika Serikat untuk pertama kalinya dipertunjukkan di teater lima tahun setelah bioskop pertama di Prancis dengan 200 kursi listrik yang diluncurkan oleh Thomas L. Talley di Los Angeles, dengan pasokan film berdurasi 10-12 menit sekali rilis, dan mempertunjukkan bagian dari sebuah pertunjukan vaudeville (pertunjukkan teater), atau fairgrounds, karnaval, dan juga mempertunjukkan aula yang ada di gereja.[1]

Sebuah trobosan terjadi di film, George Méliès yang dikenal sebagai seorang pelopor film dari Prancis, membuat film yang menjadi dasar dari apa yang kita anggap sebagai film seperti sekarang iniSetelah Lumière Brothers telah merekam kereta yang datang di stasiun dan buruh pekerja yang keluar dari gerbang pabrik dalam konten ceritanya, rekan senegara mereka ini sebenarnya seorang tukang sulap yang berpengalamanseni membawa kelinci dari topi dengan syal sutranya dan telapak tangannya. Méliès menyadari bahwa hal itu juga dapat dilakukannya untuk memanipulasi film yang dibuatnya agar lebih menarik, melalui kemampuan teaternya untuk menipu mata dan dengan intercutting yang terampil, ia pun aman dan dapat digambarkan sebagai ayah dari Editor Film.

Méliès –yang juga sebagai produser, penulis, sutradara, dan aktor– bereksperimen dengan media film dan telah membuat lebih dari 100 film pendek sebelum memulai film yang barunya di tahun 1902. Sebenarnya Méliès adalah salah seorang penonton di Café Paris, bahkan setelah pulang menonton film Lumiere tersebut, ia ingin membeli kamera Le Cinématographe tersebut, namun ditolak oleh pihak Lumière Brothers saat itu. Keinginan Méliès begitu kuat, sehingga ia memutuskan untuk membeli kamera dari salah seorang pionir Brighton School di Inggris, yakni R. W. Paul di tahun 1896.

Setelah ia mempelajarinya Méliès mampu membuat kamera film pertamanya dan dikenang sebagai pembuat film fantasi yang menyenangkan. Padahal sebenarnya di tahun pertamanya ia memproduksi film, Méliès juga membuat film keseharian model Lumière Brothers dan jenis lainnya, seperti komedi. Film pertama fantasinya yang berjudul The Vanishing Lady di tahun 1896, memperlihatkan Méliès muncul sebagai penyihir yang merubah seorang wanita menjadi kerangka dengan menggunakan trik menghentikan kamera dan mengganti wanita dengan kerangka. Trik yang dilakukannya ini sebenarnya adalah sebuah ketidaksengajaannya, saat ia merekam di jalan, tiba-tiba sebuah bus tepat berada didepan kameranya. Bersamaan dengan itu, kamera miliknya macet, Méliès mencoba untuk memperbaikinya dan berhasil. Ia meneruskan perekamannya dalam posisi yang sama. Namun bus telah berganti dengan sebuah kereta jenazah, dan Méliès tetap merekamnya. Pada saat film diproyeksikan, Méliès terkesima dengan apa yang terjadi, bahwasannya bus yang ditayangkan di layar, berganti menjadi sebuah kereta jenazah. Ajaib! Begitu pikirnya.

Kamera dapat melakukan trik seperti sulap yang sering dilakukannya diatas panggung. Kemudian Méliès menggunakan trik tersebut pada film-film selanjutnya. Trik yang dikenal dengan stop-motion, merekam dan kemudian menghentikan kamera, mengganti figurnya, dan dalam posisi yang sama menyalakan kameranya untuk melakukan perekaman kembali, serta efek khusus lainnya yang dapat dicapai melalui kamera untuk menciptakan keajaiban yang lebih kompleks dalam adegan fantasinya. Adegan lainnya seperti keluarnya Iblis melalui asap hasil ledakan, atau perempuan cantik yang tiba-tiba lenyap, serta laki-laki melompat dan berubah menjadi setan di udara. Sulap yang efektif sekaligus punya nilai ekonomi yang lebih baik daripada yang diatas panggung karena tidak membutuhkan kru ataupun perlengkapan yang lebih.

Beberapa sejarawan film awalnya mengkritik film-film Méliès yang memperlihatkan bukan hasil kerja editing, melainkan ketergantungannya terhadap perekaman kamera yang tidak berpindah posisi dengan set teater yang statis. Hanya menghentikan kamera lalu merekamnya kembali. Namun belakangan penelitian terbaru menunjukkan bahwa sebenarnya efek stop-motion juga dimanfaatkan untuk editing. Dimana shot film dipotong untuk kemudian dicocokkan gerakannya dengan salah satu shot lainnya yang telah dirancang sebelumnya untuk menciptakan kesempurnaan dalam merubah situasi didalam film, sehingga dampaknya terhadap situasi, akan menakjubkan seperti orang bisa menghilang, ataupun muncul secara tiba-tiba. Terlepas dari pro dan kontra tersebut, tetap saja Méliès adalah seorang pionir dan master dari permulaan editing.

Kemudian Méliès di tahun 1897 membangun sebuah studio kecil yang mungkin lebih tepat disebut dengan studio rumah kaca, karena dengan konsep seperti itu, memungkinkan sinar matahari dapat masuk ke studioLalu Méliès merancang dan membangun set yang dapat dilukis di kanvas. Film dokumenter rekonstruksi Méliès, yakni Divers at Work on the Wreck of the "Maine" di tahun 1898, film yang berkaitan dengan tenggelamnya kapal perang Amerika saat perang Spanyol. Set dicat dan aktor memainkan perannya sebagai penyelam. Sebuah tangki ikan di depan kamera[1] memberikan kesan bahwa peristiwa itu terjadi di bawah laut. Méliès menggunakan teknik pengambilan gambar dengan terputus-putus, memisah-misahkan adegannya sebanyak sepuluh kali, yang kemudian digabungkan untuk dipertontonkan di bioskop. Dengan cepat film Méliès diburu. Para pembuat film saat itu, segera mendapatkan bajakan film-film Méliès yang kemudian meniru trik yang dilakukannya. Hal ini membuat Méliès membuka kantor cabang penjualan film-filmnya di Amerika pada tahun 1903.[2]

Puncaknya, melalui film berjudul Le Voyage Dans la Lune (A Trip to the Moon atau Perjalanan ke Bulan) yang pertunjukkannya berlangsung selama 14 menit dalam satu-reelnya (rilis) merupakan film yang dianggap sebagai film pertama yang dilakukan secara benar. Bagaimana sebuah roket yang ditumpangi para ilmuwan Bumi yang terbang ke luar angkasa, mengelilingi planet dan mendarat di Bulan lalu para ilmuwan Bumi bertemu dengan mahluk penghuni BulanMéliès telah menanamkan benih ajaib yang kelak tumbuh menjadi pohon yang menjalar keseluruh dunia, membalikkan gambar bergerak kedalam seni besar dari abad kedua puluh yang dikenal dengan nama film.

Tuntutan penonton terhadap inovasi pada film yang sudah mulai ditinggalkan penontonnya, terjawab melalui trik sederhana seperti stop motiondissolves, wipes, superimpose, double exposure, penggunaan cermin, penggunaan tinta pada film, trik-trik settingstop motion, slow motion dan fade out dan fade in yang sekaligus sebagai editing awal dalam periode permulaan film. Hal itu menyebabkan syuting dilakukan tidak lagi berdasarkan satu judul satu syut, melainkan satu judul terdiri atas banyak syut, sesuai dengan apa yang dituliskan dalam teks tertulis, yang dapat dianggap sebagai skenario pada masa itu. Skenario berfungsi hanya sebagai bantuan untuk apa nantinya terlihat di layar bioskop, namun demikian narasi film sudah terbentuk.

Durasi film pun semakin bertambah panjang. Cara ini membuat set dan dekorasi menjadi begitu sangat penting, perlu dibangun dan diciptakan untuk memberikan kesan tertentu yang dapat diterima oleh penonton. Properti dan kostum –setidaknya tampak pada astronomer dan mahluk luar angkasa– sudah digunakan dan berhubungan dengan para karakter yang dihadirkan. Karena set perlu diciptakan dan dibangun, maka diperlukan studio untuk produksi film, suatu pengembalian produksi film, dari luar ruangan kembali masuk kedalam ruangan –studio, seperti yang pernah dilakukan sebelum film hadir. Dalam produksi film, formalnya melibatkan beberapa bidang. Kali ini film hadir dengan sebenarnya.





[1] Bordwell, Kristin Thompson and David. “Film History an Introduction”, 2nd ed (chapter 1:21). McGraw-Higher Education New York, 2003.
[2] Thurlow, Clifford and Max Thurlow. “Making Short Films: The Complete Guide from Script to Screen”, 3rd. Bloomsbury Academic, 2013. 



[1] Thurlow, Clifford and Max Thurlow. “Making Short Films: The Complete Guide from Script to Screen”, 3rd. Bloomsbury Academic, 2013.



[1] Thurlow, Clifford and Max Thurlow. “Making Short Films: The Complete Guide from Script to Screen”, 3rd. Bloomsbury Academic, 2013.

Komentar