Sinema Impresionisme : Narasi

Narasi Pada Impresionis


Sebenarnya teknik yang ada pada gaya Impresionis sangatlah inovatif, namun sebagian besar narasinya masih bersifat konvensional. Bagaimanapun juga plot dibuat dengan cara untuk menempatkan karakter dalam keadaan yang sarat dengan emosi. Suatu situasi yang dapat memicu ingatan, yang mengarah pada flashback, atau bayangan-bayangan inspirasi dari keinginan-keinginan karakter, atau dapat juga disebabkan oleh karakter yang sedang mabuk, memotivasi pandangan yang terdistorsi dari lingkungannya. Karakter dari para Impresionis ini bisa dihadirkan dalam keadaan pingsan, menjadi buta, atau jatuh dalam keputus-asaan, sehingga keadaan serta situasi seperti ini dengan jelas ditampilkan melalui teknik kamera.

 

Akibatnya, narasi Impresionis sangatlah bergantung pada motivasi secara psikologis. Seperti halnya dalam narasi klasik, yang beroperasi dalam sebab dan akibat, dimana sebagian penyebabnya ditimbulkan dari besarnya sifat dan obsesi karakter yang saling bertentangan. Dalam karya L’Herbier, pada film Feu Mathias Pascal, yang mengisahkan seorang pria yang menikah dan tinggal di kota kecil di Perancis, namun ibu mertuanya telah membuat pasangan tersebut sengsara. Dalam keputus-asaannya ia memanfaatkan suatu kecelakaan yang membuat dirinya tampak telah meninggal. Kemudian ia pun pergi ke Roma dan membuat identitas baru bagi dirinya, lalu ia jatuh kedalam percintaan dan memimpikan kehidupannya yang baru. Film secara keseluruhannya berputar disekitar motivasi dan reaksinya.

 

Dalam film-film Impresionis, teknik seperti perangkat kerja kamera, pengeditan, dan mise-en-scene yang telah digambarkan sebelumnya, memang tidak terjadi secara terus menerus sepanjang narasi. Malahan aksi biasanya berlangsung dengan cara konvensional, diselingi oleh adegan dimana penonton dibiarkan berlama-lama menikmati reaksi terhadap keadaan kejiwaan karakter. Pada bagian awal EI Dorado misalnya, ada adegan panjang dimana sang tokoh sedang memikirkan putranya yang sakit, sebagai hal yang menepis kesan akan lahirnya anggapan, bahwa sang tokoh kurang memperhatikan peristiwa yang terjadi disekitarnya (lihat 1.7, 1.8). Namun banyak dari film ini adalah kisah melodramatis konvensional tentang bagaimana dia masuk ke dalam situasinya dan bagaimana dia berusaha untuk melarikan diri dari situasi yang dialaminya tersebut.

 

Hanya beberapa film Impresionis yang berusaha menciptakan pola naratif yang inovatif dengan menjadikan subjektivitas karakter sebagai dasar bagi keseluruhan bentuk film. Dulac misalnya, ia melakukan hal tersebut dengan cara yang relatif sederhana di filmnya The Smiling Madame Beudet; film yang singkat ini hanya berisi plot yang terbilang sederhana, hampir sepenuhnya film berkonsentrasi pada kehidupan fantasi dari kebencian sang tokoh perempuan terhadap suaminya. Sedangkan dalam salah satu film gerakan Impresionis yang dianggap paling berani, La Glace a Trois Faces, Epstein malah menciptakan perubahan plot yang ambigu. Menggambarkan tentang hubungan tiga perempuan yang berbeda dengan seorang pria yang sama, dan kisah mereka dibuat bertentangan dengan ide sang pria. Dalam adegan terakhir, setelah sebelumnya sang pria menulis untuk tidak bertemu dengan para perempuan tersebut, dengan alasan yang berbeda-beda, sang pria justru mengalami kecelakaan mobil yang fatal. Hampir semua informasi naratif pada film hanya berputar pada persepsi dari ke-tiga tokoh perempuan, sedangkan kisah sang pria tidaklah banyak diungkapkan mengenai dirinya. Tapi shot simbolis yang terakhir berfungsi untuk menunjukkan sang pria yang sedang bercermin rangkap tiga, untuk menggambarkan ketidak-mungkinan dirinya menguraikan kebenaran kepada ke-tiga para perempuan tersebut. Sebenarnya beberapa film naratif dari era film bisu keseluruhannya banyak yang berangkat dari konvensi dongeng klasik. Inovasi dari La Glace a Trois Faces muncul kembali di art cinema Eropa tahun 1950-an dan 1960-an.

 El Dorado di Marcel L'Herbier – Spiaggia Solitaria

Filter yang ditempatkan pada tooh perempuan di tengah, sedikit kurang tajam gambarnya, menciptakan efek subjektif di film El Dorado-nya L’Herbier.

Komentar