Teori Film Kontemporer



Disamping dua teori film besar yakni Formalisme dan Realisme dalam tradisi teori film klasik, maka Dudley memandang dalam wacana teori film muncul tradisi ketiga, yaitu teori film Kontemporer Perancis.[1] Jika dalam tradisi teori film besar lainnya, seperti tradisi teori film Formalisme dan Realisme terdapat cara pandang yang sama terhadap film dari tiap-tiap teoritikus kedua tradisi besar tersebut, maka dalam tradisi pemikiran teori film Kontemporer unsure pluralitasnya yang lebih menonjol. Mulai dari strukturalisme, semiotika, Marxisme, psikoanalisa, feminism dan teori sastra pascastrukturalis sama-sama memberikan kontribusinya dalam pemahaman tentang film.

Dalam pandangan Dudley Andrew yang menyebutkan tradisi teori film besar yang ketiga ini dengan nama teori film Kontemporer Perancis, menjadi hal yang dipertanyakan mengapa istilah tersebut digunakannya?

Istilah Kontemporer merupakan sesuatu yang lebih bersifat mengarah pada periode atau masa atau zaman itu, dimana teori film Kontemporer dalam hal ini lebih menunjukkan pada zaman yang berbeda atau kondisi yang lain dari masa atau periode sebelumnya, yang fokusnya mengarah dan ditujukan pada teori film klasik. Pada masa tradisi teori film Kontemporer sekitar tahun 1950-an, film mulai merangkak sedikit demi sedikit menjadi disiplin intelektual baru. Ketertarikan intelektual disiplin ilmu lain atas film menghasilkan pemikiran-pemikiran baru tentang film dalam bentuk kemunculan jurnal-jurnal yang berisi kajian film, yang kemudian menjadi berkembang lebih jauh dengan mulai dibukanya jurusan-jurusan yang mempelajari kajian-kajian tentang film di universitas-universitas Eropa. Lantas mengapa harus dikaitkan dengan Perancis? Sebab negara itulah yang mempelopori pendekatan interdisipliner terhadap film, dan melalui sinematik, sekolah film nasional (I.D.H.E.C), kritik serius muncul di jurnal-jurnal  yang berpengaruh secara umum dan pada akhirnya munculah jurnal film yang memiliki pengaruh di dunia, cahiers di cinema. Bahkan sebelum tahun 1950 beberapa profesor dari disiplin ilmu berbeda di Sorbonne Perancis mulai mendekati film sebagai studi, dibawah kepemimpinan seorang estetikus, Etienne Souriau.[2]

Berdasarkan tujuan untuk membuat film menjadi disiplin intelektual baru, maka teori film Kontemporer membutuhkan pisau analisa yang ilmiah untuk melakukan pendekatan atas film. Oleh karena itu metode analisa ilmiah ilmu-ilmu humaniora sering digunakan untuk melakukan studi atas film, karena dinilai paling memungkinkan untuk menganalisa film. Pendekatan teoritis interdisipliner dengan menggunakan ilmu-ilmu humaniora tersebut, yang justru menimbulkan polemic yang tidak pernah selesai.

 Salah satu problem terbesar dalam teori film Kontemporer adalah proyek dari Christian Metz, dimana ia ingin membangun suatu pendekatan tunggal yang dapat dijadikan patokan dalam menganalisa film secara ilmiah. Hal ini menjadi sesuatu yang terkesan tidak dapat merespon kompleksitas sinema modern yang berkembang menjadi bertambah kompleks bersamaan dengan perubahan zaman pasca-Perang Dunia II, dimana muncul para sutradara (auteur) dengan karyanya yang sangat personal dan artikulasi kode-kode filmis yang sifatnya sangat subyektif sekali. Untuk itu sebuah pendekatan tunggal akan menghadapi kesulitan dalam pemahaman terhadap teks. Terlebih lagi berdasarkan asumsi yang menganggap bahwa film merupakan suatu system tanda, membawa Metz menggali tradisi linguistik struktural dalam usahanya membangun semiotika film. Pilihan pada Strukturalisme sebagai cara berpikir adalah karena dianggap metodenya yang sangat menjanjikan, dimana semua fenomena budaya memiliki sistem yang maknanya bisa diungkapkan melalui pendekatan oposisi biner.

Penggunaan linguistik dalam membangun semiotika film, kemudian membuat Metz terjebak dalam pemikiran Saussure tentang bahasa dan terkesan menganalogikan film dengan bahasa seperti yang dikembangkan pada pemikiran awalnya, yang kemudian segera dikritik habis-habisan penggunaan linguistik dalam film, karena film itu bukan bahasa tapi hanya menyerupai bahasa.

Kontroversi lain teori film Kontemporer melalui pendekatan feminism dalam film sebagai reaksi atas teori film psikoanalisa, serta penggunaan teori-teori humaniora yang memiliki agenda ideologinya masing-masing. Dengan ideologi masing-masing seperti itulah dalam memandang film maka menjauhkan film dari esensi sebenarnya. Sehingga mengakibatkan munculnya imbauan agar penggunaan teori besar SLAB dan humaniora lainnya dalam film segera diakhiri, untuk lebih berkonsentrasi pada teori film saja.[3]

Teori film pasca-1968 yang semakin mengukuhkan pendekatan pluralis, melalui kritiknya atas semiotika Metz yang dianggap terlalu naïf untuk menjadi ilmu film tunggal dalam menganalisa film karena dipandang mengecilkan peranan tafsir ideologis.[4] Perbenturan antara masing-masing teori, dalam teori film Kontemporer merupakan hasil dari kondisi ideologis yang lahir dari masyarakat. Sebab teori film diagendakan untuk mempertanyakan sumbangan film pada perubahan social-budaya.[5] Bukan tidak mungkin terdapat agenda terselubung untuk menonjolkan pluralitas sebagai agenda ideologis mengiklankan postmodern yang sedang mulai dibangun pada tahun-tahun itu, dalam rangka proyek hegemoni pengetahuan Barat.

 ------------------------------------------------------------- 

[1] Ibid, Andrew.

[2] Ibid, Andrew.

[3] Bordwell, David. Contemporary Film Studies and The Viccisitudes of Grand Theory.

[4] McBean, James Roy. Post-Bazin Aesthetics: The Theory and Practice of Marxist Film Criticsm. In Film and Revolution. Bloomington: Indiana University Press. 1975.

[5] Hiller, Jim. Cahiers di Cinema in the 1960s and 1970s. In Cahiers du Cinema The 1950s: Neo-Realism, Hollywood, New Wave. Edited by Jim Hillier. Harvard University Press: 1985.

Komentar