Film sebagai Seni: Kreatifitas, Teknologi dan Bisnis

Menariknya sejak diperkenalkan keberadaannya setelah lebih dari 100 tahun, ternyata film tidak hanya sebagai media yang berputar pada persoalaan penciptaan, hiburan, bisnis dan industri semata. Atau film sebagai seni sekalipun. Melainkan belakangan ini film juga menjadi media pembelajaran dan pendidikan. Sehingga membuat ketertarikan orang terhadap media seni terakhir ini menjadi lebih luas. Ada dua hal yang dapat disimpulkan ketertarikan orang terhadap film. Pertama bagaimana ide-ide abstrak muncul dan kemudian teraplikasikan melalui sebuah cerita dalam film. Sedangkan yang kedua adalah bagaimana mewujudkan ide-ide abstrak dalam cerita dihadirkan kadang dalam bentuk tontonan yang spektakuler pada pertunjukkannya. Disini pada sisi pertama film membutuhkan pendekatan dari analisis dan metode-metode tertentu, sedangkan pada sisi yang kedua, film membutuhkan seperangkat teknologi yang terus berkembang.

Selain itu juga kemudahan untuk menonton film sekarang ini tidak seperti diawal-awal film saat dimana pertama kali diperkenalkan, yaitu harus pergi ke pasar-pasar malam di Eropa. Sekarang dengan sangat mudahnya, sudah sangat fleksibel didapatkan oleh khalayak umum. Dengan medianya yang berbentuk lempengan yang mudah dibawa –berupa disc, dari laser disc, VCD, DVD ataupun Blue ray- ataupun sekarang ini sudah masuk diranah telepon genggam melalui jaringan internet –via media sosial dan memungkinkan untuk lebih berkembang lagi. Film mengkomunikasikan informasi dan ide, serta menunjukkan kepada kita bagaimana memandang kehidupan dengan persoalan-persoalan yang dihadirkannya, yang sebaliknya tidak mungkin semua persoalan didunia, di tempat yang berbeda dari keberadaan kita hidup, dapat kita pahami dan ketahui secara keseluruhan. Keberadaan kita di Indonesia, tidak akan mengetahui persoalan kehidupan dan persoalan di belahan bumi Afrika, bahkan sekalipun itu berada ditempat yang tidak jauh, atau pada wilayah terdekat sekalipun, kita sendiri pun juga tidak sepenuhnya mengetahui kehidupan. Film menjadi salah perantara dalam hal tersebut, meski pada nilai hiburan. Karena kebutuhan tersebut, film menjadi sebuah industri. 

Jarak suatu wilayah, yang mempengaruhi akan halnya informasi menjadikan film dapat memperlihatkan hal-hal yang menjadi kekurangan tersebut. Sehingga film telah menawarkan sesuatu kepada kita, suatu cara pandang dalam melihat dan merasakan kehidupan, menjadikan sesuatu yang sangat memuaskan yang kita dapatkan dalam film. Film dapat menjadi pengalaman yang berharga kepada kita. Pengalaman yang sering didorong oleh cerita yang ada didalamnya, melalui karakter yang ada didalam film, sebagai sarana yang datang kepada kita untuk menjadi lebih perduli terhadap persoalan. Disamping film juga membawa kita pada pengembangan ide-ide dengan kualitas visual atau tekstur suara yang dihadirkannya. Sebuah film membawa kita pada suatu perjalanan dengan ceritanya, dan menawarkan pengalaman-pengalaman yang memiliki motif tertentu sambil melibatkan pikiran dan emosi. Dengan gaya dan caranya yang diberlakukan oleh pembuat film, menjadikan film memiliki nilai dan sentuhan artistik. Film bukan lagi sekedar menghibur. 

Karena film memang dirancang untuk memiliki efek tertentu pada penontonnya, untuk memenuhi kebutuhan imajinatif khalayak yang luas. Dengan menceritakan kisah-kisah fiksi, merekam peristiwa-peristiwa yang aktual, gambar-gambar animasi, eksperimen-eksperimen bentuk yang dilakukan, yang kesemuanya bertujuan untuk memberikan pemirsa pengalaman yang tidak bisa didapatkan dari media lain. Sehingga interaksi terjalin, bahwa mereka saling belajar dan mempelajari sekaligus saling membentuk satu sama lainnya, untuk terus memperluas dan menyempurnakan pilihan-pilihan yang tersedia, dan pembuat film mengembangkan keterampilan yang menjadi dasar film sebagai bentuk seni -artistik. Sekalipun itu mengambil pada sudut eksperimen. 

Menariknya beberapa pandangan yang berbeda dapat membantu kita dalam membicarakan dan memahami film. Sebagian orang memandang bahwa film dapat dibagi atas tempat dimana film ditayangkan. Film-film yang diputar didalam gedung bioskop multipleks misalnya, akan dianggap sebagian orang hanya sebagai film “hiburan” –industri- semata. Sedangkan sebaliknya film-film yang diputar diluar dari gedung bioskop tersebut, atau dengan cara yang lebih independen, yang tidak tergantung pada sarana yang umum yang dikenal publik, seperti halnya pemutaran film dalam suatu even festival tertentu, atau diputar dengan sistem “ngamen” dari satu tempat ke tempat yang lain yang dapat diputar di sekolah, balai-balai masyarakat ataupun balai-balai tertentu, pada suatu komunitas tertentu dan sebagainya, bahkan sampai pada pemutaran dalam ruang yang dianggap pribadi sekalipun, dianggap sebagian orang sebagai film yang memiliki nilai “seni” yang sesungguhnya. Disamping juga anggapan orang yang mempersoalkan film yang diputar di bioskop adalah sebagai hal yang dangkal, sedangkan film festival dan eksperimen merupakan hal yang memiliki nilai yang sangat tinggi. Pandangan ini merupakan makna yang sangat umum yang berlaku di masyarakat. 

Selain itu juga film dapat dibedakan melalui aspek ekonomi, dimana film membutuhkan biaya-biaya untuk mewujudkannya. Sehingga dapat dikatakan bahwa film-film yang bertujuan untuk hiburan membutuhkan biaya yang besar. Sedangkan sebaliknya, film-film yang bertujuan untuk seni, membutuhkan biaya yang minim, tidak lebih besar dari biaya film hiburan. 

Sedangkan pada nilai-nilai yang lebih khusus lagi, karya film bahkan dapat dilihat dari identitas nama yang diberikannya. Adanya kata MOVIE, FILM dan SINEMA menjadikan film lebih kepada pemahaman persoalan cerita dan teknis garapannya. Movie dianggap dengan persoalan yang memiliki orientasi pada BISNIS dan HIBURAN semata. Kemudian Film lebih dipandang pada film yang mengedepankan unsur TEKNOLOGI didalamnya. Sedangkan Sinema masuk-masuk pada ranah-ranah ESTETIKA, dimana film dapat memandang hidup sebagai sesuatu persoalan yang mendalam. Namun demikian, seni-seni yang memiliki nilai tinggi sebenarnya dipupuk dari hal yang sebelumnya dikenal dengan nilai-nilai dan tradisi-tradisi yang popular, termasuk film. Film adalah seni karena menawarkan cara dari pembuat film untuk merancang pengalaman bagi penontonnya, dan penonton mendapatkan pengalaman berharga terlepas dari silsilah mereka. 

Persoalan-persoalan yang dijelaskan tersebut, tetap tidak akan terlepas dari faktor ekonomi semata, dimana nilai uang menjadi persoalan mendasar dalam menempatkan film. Hal yang dianggap sangat bertolak belakang dengan nilai seni. Padahal  sebenarnya tidaklah juga hal tersebut menjadi suatu yang benar, dimana seni sepertinya tidak membutuhkan uang, atau dengan uang akan didapatkan kualitas nilai seni yang tinggi. Beberapa film yang dibuat oleh pemerintah yang memiliki nilai propaganda misalnya, adalah contoh untuk film yang dibuat dengan secara sengaja untuk tidak mendapatkan keuntungan. Hal yang berbeda tentunya apabila film di produksi oleh sebuah rumah produksi tertentu. Namun demikian, apakah produksi film yang ditujukan pada nilai propaganda tersebut tidaklah memiliki nilai seni? Apakah seorang seniman yang dibayar oleh pemerintah untuk melukis peristiwa salah satu peristiwa perang di negara ini, katakanlah peristiwa perang padri misalnya, melakukan hal yang tidak semestinya, dimana menjadikan lukisan tersebut tidak sebagai sebuah karya seni? 

Kompromi dalam hal ini adalah hal yang sering dilakukan oleh para pembuat film. Meski kebutuhan dari esensi film kadangkala ditempatkan sebagai hal yang perlu diprioritaskan, tapi kadangkala sebagai hal yang bukan menjadi hal yang perlu dinomor-satukan, para pembuat film juga dapat memberikan keseimbangan diantara hal tersebut. Sehingga film memiliki kedudukan yang kompromistis. Bukan lagi hal sebagai seni, tapi juga bukan sebagai industri. Oleh karenanya, apabila dibuat skala prioritas dari film sebagai bentuk artistik dan film sebagai bentuk industri, terjadi bagan seperti dibawah ini:


Pengertian pada film yang memiliki prioritas sepenuhnya seni, film eksperimental/Avant Garde, dalam sejarah film, awalnya sebuah bentuk yang sulit dimengerti dan dipahami oleh penonton, namun menghadikran sebuah pengalaman baru bagi mereka. Sehingga lambat-laun, peristiwa yang dihadirkan dan juga teknik yang ditampilkan pada akhirnya adalah sesuatu yang dapat dipahami dan dimengerti penonton. 

Film Un Chien Andalou, yang tayang untuk pertama kalinya, merupakan sebuah fenomena dalam sejarah film, pada akhirnya, teknik film tersebut, sekarang ini telah menjadi hal yang lazim digunakan untuk memberikan “setidaknya“ dampak fantasi ataupun khayalan serta untuk memperlihatkan perkembangan teknologi guna mencapai tujuan peristiwa yang dihadirkan didalam film. 

Selain itu justru disini menariknya, dalam hal ini, tentunya akan jauh lebih baik bahwa film seni tidaklah menjadi suatu penghalang film hiburan. Ataupun mengambil posisi yang berlawanan, bahwa film yang memiliki nilai seni diatas segala-galanya, dan menjadi sesuatu yang tinggi di atas tuntutan-tuntutan komersial, atau juga tidak akan menganggap bahwa segala sesuatunya berhubungan dengan uang yang akan menjadikan segala-galanya. Segala bentuk seni memberikan berbagai macam kemungkinan kreatif, dan asumsi dasar yang terpenting adalah bahwa sebagai seni –sekalipun itu eksperimental-, film menawarkan pengalaman yang berharga –penonton sepertinya menemukan pengalihan, provokatif, kebingungan, ataupun kemeriahan. Tapi bagaimana film dapat melakukannya?




Komentar